Tiga Kakak Beradik Jadi Relawan Vaksin Sinovac, Bagaimana Rasanya?
ERA.id - Gotong-royong dalam menangani pandemi COVID-19 bisa berupa macam-macam hal, salah satunya dengan menjadi relawan pengujian kandidat vaksin. Nina Fatimah (32) punya pengalaman unik, karena ia dan dua anggota keluarganya turun menjadi relawan di uji klinis vaksin Sinovac di Pusat Uji Klinis Fakultas Kedokteran Universitas Padjajaran, Bandung.
Keluarga Nina masuk angkatan pertama yang disuntik pada awal Agustus lalu.
"Dari awal motivasinya cuma satu, cuma ingin (pandemi) Covid ini terselesaikan. Mudah-mudahan dengan ada vaksini ini, pandemi ini cepat terselesaikan," ucap Nina, Jumat (28/8/2020).
Nina terpanggil menjadi relawan atas inisiatif sendiri. Awalnya, Nina, yang bekerja di salah satu klinik di kawasan Sukajadi Bandung, mendengar informasi bahwa panitia uji klinis sedang membuka pendaftaran relawan. Nina lalu membawa kabar itu ke keluarganya.
"Kebetulan, alhamdulillah, keluarga saya ikut. Adik dan kakak saya juga ikut. Jadi, kita saling support aja. Kompakan," ujarnya pada ERA.id.
Nina mengaku bahwa salah satu alasannya menjadi relawan adalah seorang sanak keluarga yang memiliki bayi. Ia juga memiliki orang tua yang sudah sepuh. Baik bayi maupun orang tua disebut rentan dalam situasi pandemik COVID-19 ini. Data Ikatan Dokter Anak Indonesia per 18 Mei lalu ada 584 anak-anak yang positif terinfeksi penyakit ini. Sementara itu, resiko bagi kaum lanjut usia semakin tinggi seturut makin tuanya umur, seperti dikatakan oleh Pusat Penanganan Penyakit (CDC) Amerika Serikat.
"Dengan kita divaksin, kita dilindungi dan melindungi anak dan keluarga kita," kata Nina.
Nina bersama adik dan kakaknya mendapat penyuntikan kandidat vaksin COVID-19 buatan Sinovac Biotech Ltd. di Bandung, Rabu (12/8/2020), setelah dinyatakan lolos pemeriksaan kesehatan dan tes swab.
Nina mengaku hanya merasakan gejala lokal di titik yang disuntik. Diwawancarai dua pekan setelah penyuntikan, ia tidak merasakan gejala apa-apa, entah demam, bengkak, pusing, atau gejala lain yang mungkin terjadi akibat vaksinasi. Adik dan kakaknya pun tidak menunjukkan gejala apapun.
Namun, ia belum mengetahui apakah yang disuntikkan kepadanya dan keluarganya adalah vaksin Sinovac atau placebo. Hal ini dilakukan sebagai prosedur penelitian ilmiah, salah satunya sebagai perbandingan efektivitas vaksin dengan yang tidak divaksin.
"Jadi kita belum tahu ke depan seperti apa," ujar Nina.
Hingga kini, Nina tetap menjalankan aktivitas sehari-hari sebagai perawat. Ia pun makin menyadari resikonya di ruang-ruang perawatan. Tidak sedikit pula rekan tenaga medis di Indonesia yang terinfeksi virus COVID-19, bahkan meninggal dunia.
“Selama beraktivitas di luar rumah tetap harus pakai protokol. Ke mana-mana harus tetap bawa hand sanitizer, pakai masker, sering cuci tangan, jaga jarak juga kita masih tetap," ungkap Nina.
Pasca menjadi relawan uji klinis vaksin COVID-19, tiap peserta masih berada dalam masa pemantauan oleh panitia penelitian uji klinis dari PT Bio Farma yang bekerja sama dengan Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran.
Ini bukan kali pertama bagi Nina dalam menjadi relawan uji vaksin. Sebelumnya, ia pernah menjadi relawan untuk vaksin flu babi (influenza H1N1) ketika wabah itu menjadi momok dunia. Meski begitu, Nina tak memungkiri bahwa kali ini ada sisi emosional yang lebih dalam mengingat pandemi COVID-19 telah menginfeksi jutaan orang. Menurut data Universitas John Hopkins, per Rabu (2/9/2020) lebih dari 25,6 juta warga dunia positif terinfeksi COVID-19, sementara lebih dari 855 ribu orang meninggal karena penyakit ini.
Nina bersama adik dan kakaknya kini tinggal menunggu hasil uji klinis vaksin Sinovac yang kabarnya akan selesai pada Januari 2021, seperti siaran pers dari Direktur Utama Bio Farma Honesti Basyir. Ia dan keluarganya berharap vaksin akan efektif membentuk imun tubuh dalam menangkal virus SARS-CoV-2 sehingga pandemi ini bisa segera berakhir.