Massa Aksi 1310 Berwudu dari Kolam Air Mancur Patung Kuda, Sahkah Wudunya?
ERA.id - Ada yang menarik dari fenomena aksi menolak Omnibus Law di Jakarta. Massa aksi 1310 yang ingin melaksanakan salat Asar mengambil wudu di kolam air mancur Patung Arjuna Wiwaha atau Patung Kuda yang keruh dan berwarna hijau. Muncul pertanyaan, sahkah wudu mereka?
Sah atau tidak, itu hak prerogatif Allah SWT. Meski begitu, manusia diwajibkan untuk menganalisis hukum-hukum tersebut. Makanya ada yang dibolehkan dan tidak.
Ada 7 macam air yang boleh digunakan untuk berwudhu, yaitu: air langit, air laut, air sungai, air telaga, air mata air, air salju, dan air embun. Abu Syuja’ menuliskan dalam kitabnya Matan al-Ghayah wa al-Taqrib, kitab thaharah.
Secara bahasa kata "thaharah" berarti bersih dari kotoran dan najis. Sedangkan menurut ahli fikih, thaharah ialah suatu pekerjaan/kegiatan yang bisa membuat salat kita sah.
Sementara ada tiga air yang tak boleh digunakan untuk berwudhu, sesuai hukum fikih yang dipakai beberapa ulama di Indonesia, seperti Buya Yahya.
Pertama, air musta’mal, yaitu air sisa membasuh anggota tubuh untuk wudhu. Biasanya, setelah membasuh anggota tubuh untuk wudhu, misalnya membasuh wajah, sisa airnya menetes ke bawah. Tetesan air itu disebut dengan air musta’mal dan tidak boleh digunakan wudhu.
Kedua, air bersih yang bercampur dengan benda lain, sehingga warna, bau, dan rasanya berubah. Misalnya, air teh, air kopi, atau air bersih yang dicampur dengan pewarna. Keseluruhan itu tidak boleh digunakan untuk bersuci.
Ketiga, air bersih yang terkena najis. Air bersih yang kurang dari dua qullah dan ada najis di dalamnya, tidak boleh digunakan untuk wudhu. Akan tetapi, kalau airnya lebih dari dua qullah (air yang diukur dari telapak tangan, 1 qullah yakni segenggam air dari tangan kiri dan kanan), misalnya air sungai dan air laut, tidak masalah digunakan untuk wudhu selama warna, bau, dan rasanya tidak berubah.
Sementara untuk menganalisis kasus massa 1310 yang berdemo, harus dilihat dengan cermat. Ini bukan hukum pasti, melainkan pertimbangan. Pertama, para massa mungkin saja menggunakan air musta'mal. Alasannya, dari pantauan era.id, ada massa yang sampai turun ke kolam dan bekas wudhu mereka menggenang begitu saja di kolam.
Kedua, memang belum ada yang bisa memastikan jika air yang mereka pakai itu adalah najis. Di sisi lain, mana tahu, di air kolam itu, ada kotoran binatang atau bahkan manusia di sana, yang mengubah air itu tak murni lagi. Misal, warna, bau dan rasa air itu berubah. Hukum pun belum bisa jatuh, karena ada banyak pertimbangan soal ini.
Sekali lagi, tulisan ini sebagai pertimbangan saja untuk memberi sedikit gambaran yang ada di lapangan. Adapun untuk hukum, butuh pandangan yang lebih komprehensif lagi. Demikian. Wallahualam.