Satu Pasal Dihapus, Formappi: UU Cipta Kerja Abal-Abal!

ERA.id - Satu pasal dihapus dalam naskah Undang-Undang Omnibus Law Cipta Kerja (UU Cipta Kerja) versi 1.187 halaman. Revisi itu diketahui merupakan usulan Sekretariat Negara.

Ketua Baleg DPR RI Supratman Andi Agtas menjelaskan, pasal 46 tentang Minyak dan Gas Bumi (Migas) dihapus karena sudah dibatalkan saat pembahasan tingkat panitia kerja (Panja).

Peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) Lucius Karus mengatakan, pernyataan Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR RI Supratman Andi Agtas tentu mengejutkan dan menjengkelkan. Sebab dinilai tak ada kata penyesalan, seolah otak-atik pasal dalam undang-undang yang dibuat sebagai hal yang biasa. Sementara DPR RI dan pemerintah sibuk meyakinkan publik tidak ada perubahan substansi meski naskah UU Cipta Kerja berubah-ubah.

"Seolah-olah apa yang terjadi adalah sesuatu yang biasa. Seolah-olah pengutak-atikan pasal menjadi hal yang lumrah sehingga tak perlu disesalkan," kata Lucius kepada wartawan, Jumat (23/10/2020).

Lucius juga menilai tidak ada pertanggungjawaban dari DPR RI jika melihat pernyataan yang dibuat oleh DPR.

Penghapusan pasal ini, kata Lucius membuktikan UU Cipta Kerja kacau balau, sebab pembuatnya dalam hal ini DPR sampai tak menyadari ada keselahan dalam undang-undang yang mereka buat sendiri.

"Fakta ada pasal yang menurut Supratman sebenarnya sudah ditolak saat proses pembahasan, tetapi nyatanya masih ada di naskah sesungguhnya mengonfirmasi bahwa naskah RUU Ciptaker ini abal-abal," kata Lucius.

Dia menduga, penghapusan pasal tersebut bukan karena keteledoran, tetapi mengkonfirmasi adanya pasal selundupan dalam UU Cipta Kerja.

Seharusnya, DPR RI bertanggungjawab kepada publik. Apalagi UU Cipta Kerja itu sudah disahkan, menurut Lucius, tidak bisa hanya klarifikasi kepada publik kemudian masalah selesai.

"Saya melihat ada potensi kejahatan di balik kekacauan naskah dan berikut isi UU Ciptaker ini sebagaimana terungkap melalui penghapusan pasal oleh Setneg ini," kata Lucius.

Formappi mendorong pertanggungjawaban hukum dan politik atas masalah ini. Polisi atau Kejaksaan didorong untuk menelusuri penyusunan UU Cipta Kerja.

Dari sisi politik, membuktikan bahwa UU Cipta Kerja cacat legitimasi. Presiden Joko Widodo harus menggunakan kewenangannya untuk membatalkan UU Cipta Kerja ini.

"Presiden bisa memilih menggunakan Perppu untuk membatalkan UU Ciptaker ini dengan alasan adanya pasal-pasal yang disetujui DPR dan Pemerintah yang belakangan dihapus. Presiden harus menganggap ini sesuatu yang serius bagi dirinya karena ia bisa dianggap mendesign sebuah UU yang isinya tak bisa dipertanggungjawabkan," pungkas Lucius.