Kemasyhuran Si Pitung yang Tidak Lekang oleh Julukan 'Bandit'

| 22 Jun 2022 21:25
Kemasyhuran Si Pitung yang Tidak Lekang oleh Julukan 'Bandit'
Rumah Si Pitung (Wikimedia Commons)

ERA.id - Telah menjadi ikonis antara Betawi dan Si Pitung. Ulang tahun Kota Jakarta yang ke-495 ini menjadi momen untuk memanggil memori kolektif sosok yang bernama asli Salihoen itu. Mungkin karena itu pula, Museum Kebaharian Jakarta mengadakan bincang “Si Pitung di Mata Margreet van Tiil” pada 22 Juni 2022.

Margreet van Tiil adalah penulis buku Banditry in West Java 1869—1942 yang telah diterjemahkan dalam bahasa Indonesia, Batavia Kala Malam: Polisi, Bandit, dan Senjata Api (2018). Van Till menelusuri jejak Si Pitung dan menguatkan bahwa tokoh Betawi itu tidak sekadar mitos yang hadir dalam dongeng pengantar tidur menuju tengah malam.

Si Pitung pernah hidup, pernah terekam oleh media, dan dijaga oleh ingatan. Bahkan ditulis Van Till dalam bukunya “The Bandit Si Pitung and Popular History”.

Di memori kolektif masyarakat Betawi atau yang lebih luas masyarakat Indonesia, Si Pitung punya pamor baik dan kuat. Ia adalah pahlawan populer Betawi.

Dicky Zulkarnaen (kiri) memerankan Si Pitung (1970) karya sutradara SM Ardan (In Search of Si Pitung: The History of an Indonesian Legenda" karya Margreet van Till)

Dari sumber tradisi lisan, Si Pitung hidup pada akhir abad ke-19 dan menjadi duri bagi pemerintah kolonial ketika itu. Ia punya ilmu supernatural yang bisa mengakali atau menghindari dari kejaran penguasa yang ingin menangkapnya.

Si Pitung lahir di Desa Pengumben di Rawa Belong, kini posisinya berada di Stasiun Palmerah. Bung Piung dan Mbak Pinah sebagai orang tuanya mengirim Si Pitung untuk belajar di sebuah pesantren yang dikelola Haji Naipin. 

Untuk hidup agar bisa menimba ilmu, Si Pitung jualan kambing. Suatu ketika, uang hasil dari jualan kambing di pasar dirampok orang. Karena kejadian itulah yang mendorong ia mencuri. 

Di sini, menurut Van Tiil terdapat beberapa versi cerita oral. Versi pertama, Si Pitung mulai mencuri untuk membayar hutangnya. Versi lain, ia membangun reputasi sebagai jagoan dengan tujuan ingin mendapatkan kembali uangnya dari para bandit.

Si Pitung tidak sendiri “menjadi bandit”, ia membentuk komplotan dengan Dji-ih, Rais, dan Jebul. Mereka merampok rumah saudagar bugis Haji Sapiudin, tuan tanah di Marunda (yang sekarang menjadi lokasi Museum Si Pitung). 

Pemerintah kolonial mendengar perampokan itu dan rentetan lainnya, yang dilakukan komplotan Si Pitung, menjadi berang. Hinne, petugas keamanan Batavia, memutuskan menangkap mereka dan dijebloskan di penjara Meester Cornelis. Namun, Si Pitung kabur dari penjara dengan menggunakan kekuatan gaib. 

Di sini, ilmu supernatural dari Si Pitung beredar. Hinne mendatangi mentor Si Pitung, Haji Naipin, mempertanyakan jimat milik Si Pitung dan bagaimana menetralkan kekuatan itu. Dalam beberapa versi, kekuatan Si Pitung bisa hilang bila jimat yang ia gunakan dicabut; rambutnya dipotong; atau ia dilempari telur busuk. 

Itu sebagian kisah yang Van Till temukan dari cerita yang beredar di masyarakat. Di sisi lain, Van Till mendapatkan sumber tertulis, seperti dari koran. 

Surat kabar kolonial, Hindia Olanda, 18 Juni 1892, memberitakan bahwa kepala polisi Tanah Abang telah menggeledah rumah seorang bernama Bitoeng/Pitung di kampung Sukabumi di Kebayoran, selatan Batavia. Kepala polisi itu menemukan barang curian, antara lain jas hitam, topi petugas, dan seragam yang dipakai saat melancarkan aksi untuk merampok rumah. 

Satu bulan kemudian, di bawah rumah tempat persembunyian, kepolisian kolonial menemukan 125 gulden dan beberapa hasil rampok yang besar. 

Teras Rumah Si Pitung (Wikimedia Commons)

Menurut kepolisian, harta rampokan yang besar itu adalah hasil dari operasi Si Pitung bersama Abdul Rachman, Moedjeran, Merais, Dji-ihh, dan Gering pada malam 30—31 Juli 1892 di rumah Nonya de C. dan Haji Sapiudin—pria Bugis dari Marunda.

Tidak main-main, pada malam 30 Juli 1892, saat melancarkan aksi mereka di rumah tuan tanah Haji Sapiudin itu, Si Pitung bersama kawannya menggunakan senjata pistol dan melepaskan tembakan ke udara. Keesokan harinya, warga heboh.

Kabar aksi Si Pitung bersama komplotannya itu terekam dalam koran Hindia Olanda edisi 10 Agustus 1892. Namun, dalam berita Historia, (11/2/2019), keluarga generasi kelima Si Pitung tidak terima nama buyutnya disebut sebagai “bandit”. Sebab, moyangnya seorang pejuang membela rakyat, khususnya di Rawa Belong, Jakarta Barat.

Rekomendasi