ERA.id - Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Kota Medan menyoroti vonis hukuman penjara para terdakwa kasus tindak pidana kekerasan dan penyiksaan di kerangkeng manusia milik Bupati Langkat nonaktif Terbit Rencana Peranginangin.
Adapun dalam sidang agenda putusan yang berlangsung di Pengadilan Negeri (PN) Stabat, Rabu (1/12/2022), majelis hakim memvonis terdakwa DP, HS, IS dan HS dengan hukuman 19 bulan atau 1 tahun 7 bulan kurungan penjara. Vonis itu dibacakan hakim ketua Halida Rahardhini.
Wakil Direktur LBH Medan Ivan Saputra mengatakan bahwa pihaknya menilai vonis tersebut sangat ringan dan melukai rasa keadilan di masyarakat. Apalagi, tambah Ivan, kerangkeng manusi tersebut mengakibatkan dua orang SG dan ASI meninggal dunia.
"Para Terdakwa terbukti bersalah melakukan tindak pidana penganiayaan yang mengakibatkan orang lain mati, yang dilakukan secara bersama-sama, sebagaimana dakwaan alternatif kedua," ungkapnya, Jumat (2/12/2022).
Ivan menyebut majelis hakim juga menetapkan permohonan restitusi untuk seluruhnya sejumlah Rp530 juta. Selain itu, beberapa barang bukti dikembalikan ke jaksa penuntut umum (JPU) untuk digunakan dalam perkara tindak pidana perdagangan orang (TPPO).
"Parahnya majelis hakim berpendapat tuntutan JPU terlalu tinggi, adapun tuntutan JPU terhadap para terdakwa yaitu 3 Tahun penjara, di mana JPU dalam tuntutanya menyatakan jika para terdakwa secara sah bersalah melanggar Pasal 351 ayat (3) KUHP Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana," terangnya.
Karena itu, Ivan memastikan baik tuntutan JPU maupun vonis majelis hakim terhadap para terdakwa telah melukai rasa keadilan di masyarakat. Dia juga menilai putusan majelis hakim yang jauh lebih ringan dari tuntutan JPU sangat di luar nalar.
"Seharusnya tindakan para Terdakwa yang diduga telah menghilangkan nyawa para korban dituntut dan diputus secara objektif sesuai aturan hukum yang berlaku walau sekali pun telah terlaksana upaya restitusi antara para terdakwa dengan Keluarga Korban," paparnya.
Ivan mengatakan bahwa pihaknya meminta secara tegas kepada Mahkamah Agung (MA) melalui Badan Pengawasan dan Ketua Pengadilan Tinggi Medan untuk memeriksa majelis hakim karena dinilai tidak profesional dalam memutuskan perkara tersebut. Menurutnya hal tersebut sebagaimana ketentuan Pasal 32A Jo Pasal 81B Undang-undang (UU) Nomor 3 Tahun 2009 tentang Mahkamah Agung.
"LBH Medan secara tegas meminta Mahkamah Agung untuk memeriksa majelis hakim perkara a quo karena diduga majelis hakim tidak adil dan tidak profesional serta tidak bijaksana dalam memeriksa perkara tersebut. Seraya meminta kepada JPU dalam perkara a quo untuk melakukan upaya hukum banding guna terciptanya keadilan bagi korban dan masyarakat," tegasnya.
Ivan mengungkapkan bahwa LBH Medan meyakini putusan majelis hakim telah melanggar UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia. Dia menyebut prinsip-prinsip dasar kode etik dan pedoman perilaku hakim yang diimplementasikan dalam 10 aturan perilaku.
"Dalam hal ini tidak berperilaku adil dan berperilaku arif dan bijaksana serta tidak bersikap profesional serta majelis hakim tidak memperhatikan UU Nomor 5 Tahun 1998 tentang Pengesahan Convention Against Torturead Other Cruel, Inhuman or Degrading Treatment or Punishment. Atau Konvensi Menentang Penyiksaan dan Perlakuan atau Penghukuman Lain yang Kejam, Tidak Manusiawi atau Merendahkan Martabat Manusia," pungkasnya.