ERA.id - Penyidik Kejati Sulawesi Selatan mengembangkan kasus dugaan korupsi harga penjualan hasil tambang pasir laut di Kabupaten Takalar, meski sudah ada uang penitipan senilai Rp4,579 miliar.
"Memang ada pengembalian dari PT Alefu nilainya Rp4,5 miliar lebih. Tapi, saya tegaskan bahwa tetap kami penyidik mengacu pada Undang-Undang Tipikor Pasal 4 bahwa pengembalian kerugian keuangan negara tidak menghapus pidananya," ujar Kepala Seksi Penyidikan Kejati Sulsel Hari Surachman, Rabu (14/12/2022).
Menurut dia, upaya pengembalian keuangan tersebut ke negara dinilai positif, tetapi pihaknya tetap meneruskan kasus ini hingga mengungkap modusnya termasuk menetapkan tersangka pada perkara tersebut.
Pihaknya terus menyidik untuk memproses orang-orang yang dianggap bertanggung jawab untuk diproses hukum. Supaya lebih optimal, selain memenjarakan pelaku, juga harus mengembalikan uang negara.
"Kita terus berupaya mengejar semuanya bisa selesai akhir tahun ini. Tapi kita tidak bisa memaksakan, karena masih ada tugas lain. Jelasnya, setiap minggu teman-teman tim kejar ada progresnya," katanya lagi.
Mengenai dugaan keterlibatan pejabat Pemerintah Kabupaten Takalar pada kasus ini, termasuk mereka yang sudah diperiksa, kata dia, masih sementara didalami sembari menunggu hasil perhitungan kerugian negara dari auditor.
"Setelah selesai, baru kita ambil sikap. Sebab, belum ada hasil final dari perhitungan itu termasuk uang yang dikembalikan. Kita tetap berusaha melakukan pendalaman dalam kasus ini," kata dia menekankan.
Sebelumnya, Penyidik Tindak Pidana Khusus Kejati Sulsel menerima uang titipan senilai Rp4,5 miliar lebih dari PT Alefu Karya Makmur selaku kontraktor penambang pasir laut di Kabupaten Takalar yang menitipkan uang tersebut ke pihak penyidik.
Dalam kasus ini, penyidik telah memeriksa sejumlah pejabat Pemkab Takalar di antaranya berinisial PA (mantan Kepala BPKAD), HS (mantan Kabid Pajak BPKAD), IY (Mantan Kadis PTSP), KH (Mantan Sekretaris Inspektorat tahun 2020), dan AI (Kasubdit Pajak BPKAD) untuk diminta keterangan sebagai saksi.
Kasus ini mencuat setelah berembus isu adanya praktik dugaan korupsi permainan harga pasir laut. Dari ketentuan harga dalam aturan Rp10 ribu per kubik, namun diduga dimainkan seharga Rp7.500 per kubik. Jika dihitung jumlah kerugian negara selama proses penambangan itu diperkirakan sebesar Rp13,5 miliar lebih.
Dugaan turunnya nilai harga jual pasir itu atas penawaran pihak penambang dan direspons bersama pejabat Pemkab Takalar, lalu disepakati harga kemudian disetujui dan disepakati melalui berita acara.
Padahal, dalam ketentuan penjualan pasir laut harus melalui mekanisme peraturan yang berlaku.