Calon Jemaah Asal Sumut Keluhkan Rencana Kenaikan Biaya Haji Rp69 Juta

| 05 Feb 2023 06:36
Calon Jemaah Asal Sumut Keluhkan Rencana Kenaikan Biaya Haji Rp69 Juta
Jemaah haji Sumut berangkat ibadah haji 1443 Hijriah atau 2022 di Embarkasi Medan. (Ilham/ERA).

ERA.id - Sumatera Utara (Sumut) diketahui mendapat kuota sebanyak 8.168 orang calon jemaah haji yang akan mengikuti ibadah haji 2023 atau 1444 Hijriah. Kuota ini sudah normal yang pada tahun sebelumnya berkurang karena peraturan batasan usia akibat penyesuian pandemi COVID-19. 

Namun penyelenggaraan ibadah haji tahun 2023 ini menjadi perbincangan kontroversial secara nasional setelah pemerintah melalui Kementerian Agama (Kemenag) mengusulkan kenaikan biaya penyelenggaraan ibadah haji (BPIH). Usulan kenaikan BPIH ini disampaikan Menteri Agama (Menag) Yaqut Cholil Qoumas dalam Rapat Kerja dengan Komisi VIII DPR, Kamis, 19 Januari 2023.

Menag Yaqut mengusulkan BPIH 2023 sebesar Rp98,8 juta per calon jemaah. BPIH tahun 2023 naik sekira Rp514 ribu dari tahun sebelumnya.

Dengan demikian, calon jemaah haji yang berangkat tahun 2023 ini akan membayar Rp69 juta atau 70 persen dari BPIH. Sedangkan pada tahun 2022, BPIH hanya Rp39 juta.

Untuk sisanya sebesar Rp29,7 juta atau 30 persen, akan dibayarkan dari nilai manfaat pengelolaan dana haji. Untuk diketahui, nilai manfaat ini berasal dari dana awal yang disetor jemaah Rp25 juta yang kemudian dikelola oleh Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH).

Kemenag mengklaim apabila tidak naik tahun ini maka BPIH 2028 akan sepenuhnya dibebankan ke jemaah. Karena menurut hitungan BPKH nilai manfaat dan haji akan habis di tahun 2027.

Usulan ini masih dikaji DPR dan belum disepakati bersama. Namun jika DPR menyepakati maka jemaah wajib membayar Rp69 juta untuk bisa menunaikan ibadah haji 1444 H. Jemaah yang tidak bisa melunasi keberangkatannya akan ditunda serta jemaah yang mampu melunasi akan menjadi prioritas.

Melihat kondisi ini tentu sangat memprihatinkan mengingat waktu hanya menyisakan kurang lebih empat bulan. Jika DPR menyepakati, jemaah harus kembali membayarkan BPIH yang ditetapkan. 

Usulan kenaikan BPIH 2023 ini turut mendapat respon dari calon jemaah haji di Kota Padang Sidempuan, Sumut. Mereka berada dalam Kelompok Bimbingan Ibadah Haji (KBIH) Multazam Siti Khodijah Padang Sidempuan. 

Pimpinan KBIH Multazam Siti Khodijah, Ustaz Haji Muslim Harahap mengatakan bahwa saat ini sudah ada 50 orang yang mengikuti bimbingan. Dia menyebut 50 orang ini merupakan calon jemaah haji yang ditunda keberangkatannya di tahun 2022 karena terkena aturan batasan usia.

"Kalau yang dari Multazam, yang kita bimbing baru ada 50 ini. Alhamdulillah ketentuannya sudah itu pasti berangkat tahun ini. Karena sebelum ada ketentuan pemerintah ini normal berapa itu sebelumnya 163 jemaah dari Kota Padang Sidempuan. Ini lah sisa pemberangkatan normal," katanya kepada Era.id, Sabtu (4/2/2023).

Muslim mengungkapkan bahwa calon jemaah haji tersebut keberatan atas usulan kenaikan BPIH yang mencapai angka Rp69 juta. Dia menyebut para jemaah ini kebanyakan memiliki latar belakang sebagai petani.

"Kalau menaik-naikkan sedikit itu biasa. Tapi kan mau dibuat Rp69 juta, banyak lah mengeluh. Tapi kami dari KBIH menyampaikan kepada jemaah itu belum final itu masih ajuan pemerintah, Kementerian Agama ke Komisi VIII DPR RI. Begitu saya sampaikan ke jemaah," ujarnya.

Pengamat politik dan kebijakan pemerintah dari Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara (UMSU) Shohibul Ansor Siregar menilai usulan kenaikan BPIH sebenarnya hal biasa dan sah saja dilakukan setiap tahunnya. Kendati, dia menyebut lalu mengapa ini menjadi perbincangan kontroversial secara nasional setelah adanya indikasi krisis kepercayaan masyarakat terhadap pengelolaan haji terutama pada aspek transparansi.

"Jika krisis kepercayaan itu tak berawal pada masa kepemimpinan menteri yang sekarang, kemungkinan ada derajat yang semakin bertambah. Harus diasumsikan bahwa semua orang bisa menghitung komponen biaya yang diperlukan untuk menentukan besaran nilai ONH (ongkos naik haji). Juga faham fluktuasi harga pasar untuk setiap alokasi pembelajaan yang direncanakan," terangnya kepada Era.id.

Shohibul mengatakan ketidakcermatan dalam menghitung dan menetapkan nilai ONH sangat sensitif dan memiliki risiko politik apalagi jika masyarakat sampai menilai ada indikasi kurang amanah. Dia menyarankan agar melakukan perhitungan kembali memangkas variabel-variabel biaya yang rencana pengalokasiannya tidak begitu signifikan.

Tambahnya, Kemenag juga perlu meyakinkan masyarakat  bahwa mekanisme perencanaan berbasis akuraditas dan validitas data serta pengarusutamaan nilai-nilai tambah.

"Menteri juga perlu diberi introduksi wacana untuk mengembangkan rencana besar bahwa haji bukan hanya peristiwa ritual tahunan yang untuk Indonesia pengarusutamaannya lebih pada tiga etape belaka. Embarkasi, ritual di Tanah Suci dan debarkasi," katanya.

Shohibul menilai model pengelolaan haji perlu direvitalisasi dengan melibatkan kementerian-kementerian terkait. Dia meminta sudah saat para ulama memberi masukan kepada Presiden Republik Indonesia bahwa peristiwa haji itu tidak sebatas ritual keagamaan belaka.

"Seharusnya pula haji dapat menjadi momentum penting konsolidasi dan diplomasi keumatan sejagat menjadi peluang transaksi ekonomi serta perdagangan antar warga muslim dunia.  Atau diplomasi government to government untuk diplomasi tentang banyak hal mengenai kemajuan negara," tuturnya.

Rekomendasi