ERA.id - Gubernur Sumatera Utara (Sumut) Edy Rahmayadi meluruskan informasi yang selama ini dikenal pers tertua di Indonesia adalah Bromartani di Pulau Jawa tahun 1855.
Edy menyebut pers tertua di Indonesia berasal dari Sumatera Utara (Sumut). Hal ini diungkapkan Edy saat membuka pameran pers salah satu kegiatan semarak Hari Pers Nasional (HPN) di Sumut.
Pameran ini berlangsung 7-12 Februari 2023 di Lapangan Astaka, Kabupaten Deli Serdang.
Dia mengungkapkan sejak tahun 1836 pers sudah ada di Sumut. Mantan Pangkostrad ini menegaskan bahwa pers tertua berasal dari Sumut.
"Kita saksikan bahwa sebenarnya pers tertua di Indonesia ini ada di Sumut. Di Sumut pada tahun 1836 lahir surat kabar Benih Merdeka. Jadi lebih tua pers yang pertama lahir di Sumut," terangnya.
Edy menilai maka sudah benar HPN tahun 2023 diselenggarakan di Sumut. Menurutnya, hal itu dikarenakan pers tertua berasal dari Sumut.
Pameran ini menampilkan sejarah perjalanan surat kabar di Indonesia. Mulai dari surat kabar pertama di Indonesia pada masa VOC tahun 1744, masa Inggris Java Government Gazette 1882 ketika Inggris menduduki Batavia.
Tokoh-tokoh pers penting asal Sumut seperti Tuan MH Manulang, Adam Malik, Mochtar Lubis dan Parada Harahap. Selain itu, surat kabar Sumut seperti Sumatera Post (1899), Palito Medan (1928), Soeara Batak Tarutung (1927), Sinar Deli Medan (1932), Parbarita Batak (1928), Palito Batak (1927), Poestaha Sibolga (1929) dan Pewarta Deli Medan (1971).
Terpisah, turut digelar seminar menyusuri jejak Sumatera sebagai pelopor pers perempuan di Indonesia. Khususnya Sumut memiliki perjalanan sejarah penting pergerakan pers perempuan rentang 1919-1950 sebanyak 12 surat kabar perempuan yang terbit.
Seperti Perempoean Bergerak, Soeara Iboe, Sedar, Persaoelian Ni Soripada dan Beta. Selanjutnya, Koertamaan Istri, Menara Poetri, Boroe Tapanuli, Wanita Parkir, Dunia Wanita, Melatih dan Njona Soerian Oedjani Tamil.
Sejarawan dari Universitas Negeri Medan (Unimed), Ichwan Azhari menyebut 12 surat kabar ini memiliki kelebihan ketimbang surat kabar dari daerah lain. Dia mengatakan bahwa surat kabar ini merupakan koran pemikiran.
"Mereka menganalisis berita, mereka memajukan perempuan, dan mengajak perempuan mengejar ketertinggalannya dalam pendidikan," terangnya.
Misalnya, terang Ichwan, koran Soeara Iboe dari Sibolga memiliki motto ingin mengubah segala adat kuno yang telah menjadi darah daging pada bangsa. Koran ini melawan adat yang tidak adil.
Peneliti pers perempuan Sumut, Lia Anggia Nasution memaparkan koran Perempoean Bergerak merupakan koran revolusioner. Dia mengatakan saat itu koran ini dipimpin oleh seorang perempuan, Boetet Satidjah.
"Boetet sudah menulis feminisme di 1919. Boetet menulis feminisme ini kita tujukan dengan jalan yang elok, supaya pergerakan kita ini tiada terhambat-hambat. Adat, agama nan elok itu, jangan kita lampaui," papar Anggi.
Anggi menyebut koran Perempoean Bergerak kerap menyuarakan agar perempuan mau mengecap pendidikan melalui artikel 'Ayo Sekolah'. Selain itu, koran ini kerap mengkritisi sikap pria yang tidak mau menyekolahkan anaknya pada masa itu.
"Perempuan pada masa itu hanya memiliki kekuatan dari menulis. Karena perempuan pada masa itu belum punya hak politik jadi kekuatannya itu dari menulis," sebutnya.