Mengenang Tragedi Longsor Sampah TPA Leuwigajah 18 Tahun Silam, Intip Kesaksian 'Pahit' Penyintas

| 21 Feb 2023 20:25
Mengenang Tragedi Longsor Sampah TPA Leuwigajah 18 Tahun Silam, Intip Kesaksian 'Pahit' Penyintas
Masyarakat Kampung Adat Cireundeu saat melakukan ritual di lokasi longsor (Reza Deny/Era.id)

ERA.id - Bagi warga Kampung Cireundeu, Kelurahan Leuwigajah, Kecamatan Cimahi Selatan, Kota Cimahi, tragedi 18 tahun silam adalah masa lalu kelam yang sulit dilupakan.

Tepatnya pada 21 Februari 2005 sekitar pukul 02.00 WIB gunungan sampah sekitar 60 meter di TPA Leuwigajah langsung mengubur pemukiman warga hingga menewaskan 157 orang. Longsor sampah itu terjadi ketika mereka tengah tertidur pulas.

Pemicu tragedi itu karena adanya ledakan gas metan saat hujan mengguyur. Akumulasi gas metan dari tumpukan sampah meledak, ditambah derasnya hujan membuat gunungan ribuan ton sampah longsor.

Ada tiga kampung yang terkubur, yakni Kampung Cireundeu, Kampung Cilimus dan Kampung Pojok yang memang letaknya tak terlalu jauh dari TPA Leuwigajah. Lokasi itu merupakan tempat pembuangan akhir sampah dari wilayah Bandung Raya seperti Kota Cimahi, Kota Bandung, Kabupaten Bandung dan Bandung Barat saat itu.

Tragedi 18 tahun lalu itu teramat pahit bagi korban maupun penerusnya yang selamat dari gunungan sampah. Di antaranya Wahyu (42), yang semasa TPa Leuwigajah aktif berprofesi sebagai pemulung.

"Aslinya saya dari Kabupaten Bandung. Sampai sekarang masih selalu keingat kejadiannya," tutur Wahyu.

Bak ombak yang menerjang pantai, gunungan sampah itu seketika menimpa tubuh-tubuh renta saat sedang fokus menggaruk tumpukan sampah demi mendulang rupiah yang tak seberapa. Ada pula yang saat itu sedang tertidur pulas.

Tercatat ada 10 orang kerabat dekatnya yang menjadi korban. Termasuk mendiang ayah angkatnya, Ondo. Waktu itu, yang selamat hanyalah istri dari almarhum Ondo. Kebetulan ibu angkatnya itu saat kejadian tak berada di rumah. Namun karena mengalami trauma mendalam, beberapa hari kemudian meninggal dunia.

"Orang tua angkat saya ikut tertimbun, termasuk anak, cucu hingga cicitnya. Alhamdulillah orang tua angkat saya, termasuk anak cucunya sudah ditemukan dan makamkan dengan layak," ujar Wahyu.

Kini tanah yang dulu menjadi tempat pembuangan sampah dari berbagai daerah telah menghijau. Tak ada lagi bau menyengat dan lalat-lalat yang hinggap di sana sini karena tertarik bau tak sedap. Namun kenangan tak bisa pudar, di tanah itu bersemayam kenangan dari ratusan nyawa kerabat dan sanak saudara meskipun tak sedarah.

Tragedi itupun dijadikan cikal bakal Hari Peduli Sampah Nasional (HPSN) yang kerap diperingati pada 21 Februari setiap tahunnya. Tak hanya itu, warga Kampung Adat Cirueundeu pun tak pernah terlewatkan untuk memperingatinya.

Rekomendasi