Penangguhan Penahanan Adik Mentan SYL dalam Kasus Dugaan Korupsi PDAM Makassar Ditolak

| 24 May 2023 09:18
Penangguhan Penahanan Adik Mentan SYL dalam Kasus Dugaan Korupsi PDAM Makassar Ditolak
Haris YL tersangka korupsi PDAM Makassar mengenakan rompi tahanan saat ekspos kasus di Kejati Sulsel. (Sahrul Ramadan/ERA.id)

ERA.id - Dua terdakwa atas kasus dugaan korupsi PDAM Makassar, yakni Haris Yasin Limpo (HYL) dan Irawan Abadi (IA) yang mengajukan penangguhan penahanan, ditolak oleh majelis hakim.

Setelah itu, sidang berikutnya tetap dilanjutkan dengan agenda jawaban Jaksa Penuntut Umum (JPU) terkait eksepsi (keberatan) terdakwa.

"Hasilnya, menolak penangguhan penahanan (terdakwa), untuk alasan penolakan itu hak majelis. Sidang ditunda pekan depan dengan jawaban terhadap eksepsi," ujar Kepala Seksi Penerangan dan Hukum Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan, Soetarmi, Selasa kemarin.

Setelah majelis hakim menolak penangguhan penahanan kepada kedua terdakwa selaku mantan direksi Perusahaan Air Minum Daerah (PDAM) Makassar usai menyampaikan eksepsi, kata dia, maka JPU akan membalas melalui jawaban dari isi eksepsi tersebut.

"Nanti dilihat, setelah jawaban eksepsi itu disampaikan, tentunya hakim bisa saja akan menyatakan dalam putusan sela," tutur Soetarmi.

Saat ditanyakan sidang yang sudah digelar dua kali dilaksanakan secara virtual, di mana posisi dua terdakwa masih berada di Lapas Kelas I A Makassar, dan majelis hakim di Pengadilan Negeri Tipikor Makassar, padahal kondisi keduanya sehat serta bukan dalam kondisi pandemi COVID-19, Soetarmi mengatakan, itu hak majelis hakim.

"Itu hak prerogatif majelis. Kami ini (kejaksaan) hanya mengikuti proses persidangan yang sementara berlangsung," paparnya menjawab pertanyaan wartawan.

Sebelumnya, terdakwa HYL menyampaikan nota keberatan atau eksepsi atas perkaranya dengan menyatakan dakwaan kasus dugaan korupsi PDAM Makassar senilai Rp20,3 miliar adalah kabur atau bersifat asumsi dari jaksa penuntut umum.

Selain itu, untuk asuransi dwiguna jabatan senilai Rp1,1 miliar lebih seharusnya tidak dimasukkan dalam kerugian negara Rp20,3 miliar seperti dakwaan penuntut umum, yang semestinya Rp19,1 miliar lebih.

Sebab, ia tidak pernah mengusulkan asuransi tersebut selama menjabat Direktur Umum PDAM Makassar periode 2015-2019. Bahkan dia hanya mengusulkan tantiem dan bonus/jasa produksi tahun 2017.

Pada sidang sebelumnya, jaksa penuntut umum mendakwa dua terdakwa atas dugaan tindak pidana korupsi penggunaan dana PDAM Kota Makassar untuk pembayaran tantiem, bonus/jasa produksi tahun buku 2017-2019 dan premi asuransi dwiguna jabatan Wali Kota Dan Wakil Wali Kota tahun 2016-2018 oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Perwakilan Sulsel.

Kedua terdakwa telah didakwa melanggar pasal 2 ayat (1) dan pasal 3 juncto pasal 18 Undang-Undang (UU) Nomor 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi, juncto UU Nomor 20 tahun 2001 tentang perubahan atas UU Nomor 31 tahun 1999, juncto pasal 55 Ayat (1) ke- 1 KUHP juncto pasal 64 ayat (1) KUHP.

Rekomendasi