JPU Tolak Nota Eksepsi Terdakwa Adik Mentan Haris Yasin Limpo Kasus Korupsi Dana PDAM Kota Makassar

| 25 May 2023 22:35
JPU Tolak Nota Eksepsi Terdakwa Adik Mentan Haris Yasin Limpo Kasus Korupsi Dana PDAM Kota Makassar
Sidang terdakwa Haris Yasin Limpo (HYL) dan Irawan Abadi (IA) terkait kasus dugaan korupsi penggunaan dana Perusahaan Air Minum (PDAM) Kota Makassar. (Antara)

ERA.id - Pengadilan Negeri Tipikor Makassar  menggelar sidang terhadap terdakwa Haris Yasin Limpo (HYL) dan Irawan Abadi (IA) terkait kasus dugaan korupsi penggunaan dana Perusahaan Air Minum (PDAM) Kota Makassar. Haris merupakan adik dari Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo. 

Dalam sidang itu, Jaksa Penuntut Umum Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatanmenolak seluruh eksepsi atau nota keberatan yang disampaikan terdakwa. 

"Penuntut umum berpendapat bahwa keberatan yang telah disampaikan terdakwa Haris Yasin Limpo, Irawan Abadi melalui Penasihat hukumnya tidak beralasan dan tidak mendasar," ujar Jaksa Penuntut Umum Kejati Sulsel Muhammad Yusuf, bersama Kamaria, dan Ariani Femi saat membacakan jawaban terhadap eksepsi terdakwa di Pengadilan Negeri Tipikor Makassar yang digelar secara virtual, Kamis (25/5/2023). 

Penuntut umum meminta Majelis Hakim memutuskan dengan menetapkan, menolak semua keberatan atau eksepsi dua terdakwa. Menyatakan surat dakwaan penuntut umum adalah sah dan memenuhi syarat seperti diatur dalam Pasal 143 Ayat 2 huruf a, b KUHAP. Melanjutkan memeriksa perkara dua terdakwa.

Mendengar jawaban penuntut umum, Ketua Majelis Hakim Tipikor Hendri Tobing yang memeriksa perkara para terdakwa dan telah membacakan penolakan permohonan penangguhan penahanan yang dimohonkan para terdakwa menunda sidang dan akan disidangkan kembali pada Senin 29 Mei 2023 dengan agenda putusan sela.

Sebelumnya, Terdakwa HYL juga adik Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo ini menyampaikan nota keberatan atau eksepsi atas perkaranya dengan menyatakan bahwa dakwaan kasus korupsi PDAM Makassar senilai Rp20,3 miliar adalah kabur atau bersifat asumsi dari penuntut umum.

Selain itu, untuk asuransi dwiguna jabatan senilai Rp1,1 miliar lebih seharusnya tidak dimasukkan dalam kerugian negara Rp20,3 miliar seperti dakwaan penuntut umum.

Semestinya Rp19,1 miliar lebih. Sebab, ia tidak pernah mengusulkan asuransi tersebut selama menjabat Direktur Umum PDAM Makassar periode 2015-2019. Bahkan ia mengaku hanya mengusulkan tantiem dan bonus jasa produksi pada 2017.

Penuntut umum dalam surat dakwaan menyatakan para terdakwa HYL mantan Direktur Utama PDAM periode 2016-2019 dan IA mantan Direktur Keuangan PDAM telah melakukan tindak pidana korupsi penggunaan dana PDAM Kota Makassar untuk pembayaran tantiem dan bonus/jasa produksi sejak tahun 2017-2019 dan premi asuransi dwiguna jabatan wali kota dan wakil wali kota sejak 2016-2019.

Pasal yang didakwakan baik primer maupun subsider yakni pasal 2 ayat (1) dan pasal 2 juncto pasal 18 Undang-undang nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan UU RI nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto pasal 55 ayat (1) Ke-1 KUHP juncto pasal 64 ayat (1) KUHP.

Terdakwa didakwa melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang merugikan keuangan negara atau perekonomian negara sebesar Rp20,3 miliar lebih sebagaimana dalam laporan hasil audit penghitungan kerugian keuangan negara. (Ant)

Rekomendasi