ERA.id - Humas Polda Bali menyatakan tidak ada anggotanya yang memeras subjek red notice Interpol warga negara Kanada, Stephane Gagnon (50).
"Personel dari Bali tidak ada. Laporannya adalah oknum yang diduga oknum dari Mabes Polri. Dua orang anggota polisi dan satu warga sipil juga," kata Kabid Humas Polda Bali Kombes Pol. Satake Bayu Setianto, Senin kemarin.
Satake mengatakan dua polisi dan seorang warga sipil tersebut dilaporkan oleh kuasa hukum SG, karena diduga memeras SG dengan meminta sejumlah uang.
Saat ini, dua orang anggota polisi tersebut sedang diperiksa Divisi Profesi dan Pengamanan (Propam) Mabes Polri untuk dimintai keterangan.
"Keduanya masih dilakukan penyelidikan untuk pemeriksaan lebih lanjut tentang kebenaran apa yang dilaporkan oleh pengacara dari warga negara Kanada tersebut. Nanti dari Mabes Polri yang akan memberitahu," kata Satake.
Polisi pun masih mendalami keterangan SG yang mengaku pernah diperas oleh makelar kasus yang mengaku dari Mabes Polri dengan jumlah dana sebesar Rp1 miliar agar tak ditangkap oleh Divisi Hubungan Internasional Polri. "Laporannya Rp1 miliar, tetapi masih dilakukan penyelidikan," katanya.
Atas laporan dari kuasa hukum tersangka SG melalui Dalimunthe & Tampubolon Lawyers (DNT Lawyers), Polda Bali menunda penyerahan SG kepada imigrasi sambil menunggu perintah dari Divhubinter Mabes Polri di Jakarta.
Menurut rencana awal, penyerahan SG dari Polda Bali kepada pihak imigrasi dilakukan pada Minggu 4 Juni 2023.
"Dari pihak pengacara warga negara Kanada tersebut melaporkan adanya pemerasan yang dilakukan oleh kepolisian di Mabes Polri. Oleh karena itu, kegiatan pengembalian WN Kanada ke kepolisian Kanada kami tunda terlebih dahulu menunggu proses ini, tetapi kita akan berkoordinasi dengan pihak imigrasi kapan waktunya lagi kita serahkan ke Kanada," kata Satake.
Saat ini SG masih berada di Rumah Tahanan Polda Bali.
Sementara itu, Stephane Gagnon melalui kuasa hukumnya yang tergabung dalam Dalimunthe & Tampubolon Lawyers (DNT Lawyers) menjelaskan peristiwa pemerasan tersebut bermula pada Februari 2023, di mana SG didatangi oleh polisi dengan membawa selembar kertas print bertuliskan red notice interpol.
Pada saat pertemuan itu, si polisi tersebut mengatakan bahwa SG masuk dalam red notice interpol dan akan ditangkap dalam waktu 4-6 minggu. Saat pertemuan, si polisi mengatakan bisa dibantu agar tidak ditangkap, dengan syarat harus menyerahkan sejumlah uang.
"SG melihat seksama identitasnya dalam red notice tersebut, ternyata itu bukan SG karena identitasnya berbeda dengan identitas yang tertulis dalam red notice tersebut. Karena merasa identitasnya berbeda dengan identitas yang ada dalam red notice, SG tak menghiraukan permintaan oknum tersebut," kata salah satu kuasa hukum SG, Pahrur Dalimunthe.
Beberapa waktu kemudian, oknum tersebut kembali mendatangi SG bersama beberapa orang lainnya membicarakan hal yang sama. Karena merasa terganggu dan ingin agar tidak
diganggu kembali, atas permintaan polisi tersebut, SG mentransfer sejumlah uang sebesar Rp750 juta, Rp150 juta dan Rp100 juta.
Berdasarkan bukti dan keterangan yang disampaikan oleh oknum tersebut, kata Pahrur, uang tersebut dikirimkan untuk oknum di Divhubinter Polri dan beberapa oknum lainnya.
"Bukti transfer, percakapan dan video tindakan-tindakan oknum ini ada dan bisa diserahkan jika ada penyidikan yang dilakukan oleh Polri maupun KPK untuk menindak oknum-oknum ini," kata Pahrur.
Tak berselang lama, oknum tersebut meminta uang sebesar Rp3 miliar, uang tersebut katanya akan dibagikan kepada beberapa pihak di Divhubinter dengan catatan jika uang itu ada pada 20 April 2023, maka SG tidak akan ditangkap. SG pun menolak tawaran tersebut hingga pada 19 Mei 2023, SG ditangkap di kediamannya di daerah Canggu, Bali.