ERA.id - Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (PLTSA) yang sudah dibangun sejak 2019 hingga kini belum bisa beroperasi maksimal. Pasalnya masih ada ganjalan terkait Sertifikasi Layak Operasi (SLO).
Hal ini disampaikan oleh Kepala Kantor Staf Kepresidenan (KSP) Moeldoko saat berkunjung ke PLTSA Putri Cempo, Sabtu (15/7/2023). Masih ada beberapa kendala yang hingga kini mengakibatkan proyek yang masuk dalam kategori Proyek Strategis Nasional (PSN) ini tak kunjung beroperasi.
"Ada persoalan yang very technical, bagaimana mensinkronkan aturan di KLHK (Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan)," kata Moeldoko usai tinjauan.
Dalam aturan dari KLHK hanya mencantumkan insenerator atau metode pengolahan sampah dengan menggunakan pembakaran. Metode ini harus diuji dengan cara mengukur asap yang dihasilkan saat pembakaran.
Sedangkan PLTSA Putri Cempo ini menggunakan metode gasifikasi. Caranya yakni sampah diseleksi dan kemudian dihancurkan dan ditampung dalam wadah untuk menghasilkan pembusukan. Dari pembusukan ini dihasilkan gas yang diolah menjadi listrik.
"Sehingga tidak ada emisi yang dihasilkan dari pembakaran. Inilah yang akan disinkronkan oleh KSP. Karena tidak connect dalam kebijakannya, ini harus ada solusi," jelasnya.
Persoalan lainnya yang dihadapi yakni, untuk menyempurnakan PLTSA Putri Cempo ini memerlukan lahan 2 ha. Namun saat ini yang sudah terpenuhi seluas 1,5 ha.
"Sebenarnya lahannya sudah ada, tinggal nanti bagaimana proses memindahkan sampahnya. Tapi ini juga perlu akses in out kendaraan agar lebih tertib dan aman. Makanya perlu ada pelebaran," katanya.
Untuk itu perlu ada koordinasi dengan beberapa kementerian. Terkait hal ini, KSP akan mengundang untuk menyelesaikan persoalan ini.
"Nanti KLHK, PUPR, ESDM dan Pemkot kita undang ke KSP untuk membereskannya. SLO nanti dari ESDM, kalau sudah rapat baru ketemu solusinya. Harus ada solusi," katanya.
Saat ini pembangunan PLTSA Putri Cempo sudah mencapai 97,5 persen. Saat ini hanya tinggal menyinkronkan agar listrik bisa dijual ke konsumen.
"Kasihan ini. Kalau beliau (pengelola PLTSA Putri Cempo) sudah menghasilkan listrik tapi belum bisa jualan. Maka harus dijamin investasinya, kalau investornya nggak dijamin, kasihan nanti," ujarnya.
Terkait konsep ramah lingkungan di PLTSA Putri Cempo ini, sudah sangat terpenuhi. Sebab PLTSA Putri Cempo ini tidak ada emisi karena tidak menggunakan pembakaran.
"Sehingga diharapkan bisa mempercepat zero emisi di 2060 mendatang," ujarnya.
Saat ditanya terkait PLTSA lainnya, Moeldoko mengatakan ada 12 kabupaten dan kota yang menjadi proyek strategis nasional (PSN) untuk pengelolaan sampah. Namun hanya yang ada di Solo saja yang menggunakan metode gasifikasi.
"Kalau yang lain ada proses pembakaran. Kalau ini enggak, ini sama dengan pembangkit listrik tenaga gas. Bedanya hanya itu," katanya.
Sementara itu operator PLTSA Putri Cempo yakni PT Citra Metro Plasma Power (SCMPP). Direktur PT SCMPP Elan Syuherlan mengatakan bahwa instalasi pembangkit listriknya sudah mencapai 100 persen. Hanya saja untuk operasionalnya memerlukan SLO dari pemerintah.
"Saat ini yang sudah diuji coba sekitar 10 mesin dari 20 mesin. Targetnya 20 mesin. Insyaallah selesai pada pertengahan Agustus," katanya.
Saat ini kemampuan produksi mesin sudah mencapai 8 megawatt/jam. Namun karena ada ganjalan aturan terkait uji coba, maka pihaknya mengajukan usulan terkait kajian mengenai aturan.
"Tadi yang disampaikan Pak Moeldoko ada ganjalan satu terkait aturan. Makanya saat ini masih dikaji terkait teknologi yang saat ini digunakan. Jadi kami mengusulkan melakukan kajian ulang mengenai aturannya," katanya.