Beberapa Kepala Dinas Pemkot Makassar Bergerak Menangkan Danny Pomanto di Pilkada Sulsel?

| 09 Oct 2024 08:40
Beberapa Kepala Dinas Pemkot Makassar Bergerak Menangkan Danny Pomanto di Pilkada Sulsel?
Danny Pomanto (kiri) dan Ashar Arsyad (kanan) di kediaman pribadi Danny di Jalan Amirullah Makassar, Sulawesi Selatan, Minggu (4/8/204) malam. (Antara)

ERA.id - Beberapa pejabat pemerintahan di lingkup Pemerintah Kota Makassar diduga membantu pemenangan Wali Kota Makassar non aktif yang kini menjadi calon gubernur, Moh Ramdhan Pomanto atau Danny Pomanto, di Pilkada Sulsel 2024.

Dalam tangkapan layar percakapan grup WhatsApp yang diterima ERA, para pejabat teras tersebut meminta data soal kelurahan serta kepala desa di Kabupaten Enrekang, Sulawesi Selatan.

Dalam grup tersebut, tampak seseorang mengirimkan file berisi kumpulan data pejabat di Enrekang. Diduga, data tersebut nantinya dipakai untuk gerakan politik demi memuluskan langkah Danny.

Diduga pula orkestrasi itu dikomandoi mantan Sekretaris Daerah Pemkot Makassar, Muh. Anshar. Selain itu, di dalam grup, terlihat beberapa anggota dan percakapan yang diikuti oleh Kepala Dinas Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Disparekraf), Muhammad Roem dan Kepala Dinas PU, Zuhaelsi Zubir.

"Assalamu'alaikum sahabat Enrekang, Hasil Rapat Amirullah. 1. Ketua paguyuban Ibu Kadis PU ditunjuk langsung oleh pimpinan. 2. Masing-masing kecamatan agar mengirimkan nama desa, kepala desa, dan nomor handphone, minggu ini disetor. 3. memasang baliho yang disiapkan dan lebih baik cetak sendiri 4. Waktu coaching tim kecamatan menunggu informasi. 5. Nama koordinator kecamatan dan poin dia disetor bersamaan," begitu bunyi isi grup chat yang dinamai 'SAHABAT ENREKANG' pada Minggu (9/7) silam yang dilihat ERA, Rabu (9/10/2024).

Mengenai itu, Kadisparekraf Makassar, Muhammad Roem mengaku kalau dirinya memang berada dalam grup tersebut. Dia juga mengirimkan stiker wajah Danny Pomanto yang bertuliskan 'Jaga Semangat'. Meski begitu, dia mengaku sudah keluar dari sana.

"Iya, itu grup saya sudah lama keluar sebelum penetapan calon," sebut Roem, Selasa kemarin.

Tak cuma mengirim stiker dan masuk ke grup, ERA juga mendapati foto Roem duduk santai ramai-ramai bersama beberapa pejabat teras termasuk Zuhaelsi Zubir. Roem bilang dirinya tidak mengikuti rombongan roadshow agenda kampanye. Ia berkata, saat ini sedang sibuk bekerja di kantor Dinas Pariwisata dan Ekonomi Kreatif.

"Foto apa? Saya tidak ke mana-mana selama kampanye. Saya di Makasssar," kata mantan calon Sekda Kota Makassar ini.

Zuhaelsi yang namanya dinobatkan sebagai ketua tim saat dikonfirmasi melalui WhatsApp juga sambungan telepon belum memberikan jawabannya soal ini. Apakah ia terlibat mengampanyekan salah satu peserta pasangan nomor urut 1 Pilkada Sulsel yakni Danny Pomanto-Azhar Arsyad di Kabupaten Enrekang.

Begitu juga dengan salah satu Kepala Bidang di Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Kota Makassar, yakni Hariman. Pertanyaan yang disampaikan melalui WhatsApp-nya juga sambungan telepon hingga kini belum direspons. Ini penting, sebab dia juga sempat berfoto bersama Roem dan Zuhaelsi.

Zuhaelsi dan Roem berfoto bersama dengan beberapa pejabat teras Pemkot Makassar. (Dok. ERA.id)

Beberapa ASN seperti lurah dan camat juga diduga menggalang dukungan untuk pasangan Danny-Azhar. Beberapa foto yang ERA temukan, ada pihak yang memamerkan simbol jari menggunakan seragam kandidat tepat di depan baliho Danny-Azhar (DiA) bersama salah satu timses calon Wali Kota dan Wakil Wali Kota Makassar, INIMI (Indira Yusuf Ismail-Ilham Fauzi).

Adapun berdasarkan aturan netralitas ASN diatur di Peraturan Pemerintah nomor 94 tahun 2021 tentang Disiplin PNS dan Peraturan Pemerintah nomor 49 tahun 2018 tentang Manajemen PPPK, serta Peraturan Pemerintah nomor 42 tahun 2004 tentang Pembinaan Jiwa Korps dan Kode Etik PNS.

Sanksi untuk pelanggaran kode etik, netralitas ASN, yakni hukuman disiplin sedang adalah pemotongan tunjangan kinerja (Tukin) 25 persen selama enam bulan, Sembilan bulan, hingga 12 bulan.

Sedangkan hukuman disiplin berat berupa penurunan pangkat setingkat lebih rendah selama 12 bulan, pembebasan jabatan, pemberhentian dengan hormat tidak atas permintaan sendiri, dan pemberhentian tidak dengan hormat atau PTDH.

Untuk sanksi pidana bagi ASN diatur di pasal 71 Undang-undang nomor 10 tahun 2016 tentang Pemilihan, juncto pidana pasal 188 dapat dijatuhi hukuman penjara antara satu sampai enam bulan, serta denda mulai Rp600 ribu sampai Rp6 juta.

Penasaran dengan komentar Bawaslu? Lihat di sini.

Rekomendasi