ERA.id - Perajin tahu di Cibuntu, Kota Bandung, saat ini mulai khawatir dengan kenaikan harga kedelai impor yang mulai naik setiap hari.
Kenaikan kedelai impor yang disinyalir imbas dari kebijakan kebijakan tarif impor oleh Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump. Selain itu, nilai tukar rupiah terhadap dolar juga belum kunjung membaik.
Ketua Paguyuban Perajin Tahu dan Tempe Jawa Barat Zamaludin mengatakan selama ini ia beserta perajin lainnya menggunakan kedelai impor yang mayoritas berasal dari Amerika Serikat.
Saat ini, harga kedelai impor berkisar Rp9.800 sampai Rp9.900 hingga mendekati Rp10.000 per kilogram. Normalnya, harga kedelai impor per kilogram mulai dari Rp7.000 hingga Rp8.000.
"Bertahap, tiap hari naik, Rp100 sampai Rp200. Ya mungkin karena kebijakan dari Presiden Amerika Serikat. Iya karena dolar terus naik," kata dia, Rabu (16/4/2025).
Ia menambahkan, kenaikan harga kedelai impor itu berdampak pada omzet dan ongkos produksi. Saat ini, para perajin kehilangan keuntungan sekitar 20 sampai 30 persen.
"Sekarang ini keuntungan berkurang sekitar 20 sampai 30 persen," ujarnya.
Zamaludin bersama para perajin tahu dan tempe lainnya belum berencana menaikkan harga jual tahu atau mengecilkan ukurannya. Namun, jika harga kedelai menembus angka Rp10 ribu per kilogram, paguyuban akan rapat untuk mempertimbangkan langkah selanjutnya.
"Kalau naik terus, dampak negatifnya ya seperti dulu, ya ada yang tutup, ada yang gulung tikar dulu juga," tuturnya.
Ia berharap pemerintah turun tangan untuk mengatasi situasi ini. Pasalnya, kenaikan harga kedelai impor ini berimbas pada ribuan perajin tahu dan tempe di seluruh Indonesia.
"Kalau enggak subsidi ya stabilkan harganya aja. Biar kami bisa tenang produksi, karena sekarang naiknya tiap hari dan kami enggak tahu sampai kapan," ucapnya.