ERA.id - Kebijakan menyekolahkan siswa bermasalah ke barak militer dari Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi menuai pro dan kontra, terutama mengenai mekanisme pelaksanan.
Dedi Mulyadi menjelaskan mereka yang menjalani pendidikan di barak militer merupakan peserta didik yang sudah mengarah pada tindakan kriminal. Kemudian, orang tuanya sudah tidak sanggup untuk mendidik anak-anaknya.
"Yang diserahkan itu adalah siswa yang oleh orang tuanya di rumahnya tidak mampu lagi untuk mendidik," kata Dedi Mulyadi di Rindam III/Siliwangi, Kota Bandung, Jumat (2/5/2025).
Menurutnya, apabila orang tua peserta didik tidak menyerahkan anak-anaknya, pihak terkait tidak akan menerima.
Ketika para orang tua masih sanggup mendidik, Dedi Mulyadi minta mereka membuat surat pernyataan mendidik. Sehingga, ketika peserta didik itu melakukan tindakan kriminal lagi, maka orang tua yang harus bertanggungjawab.
"Jadi penyerahannya harus oleh orang tua, tidak boleh penyerahan di luar orang tua. Kalau orang tuanya tidak menyerahkan, tidak diterima. Kalau masih sanggup mendidik, bikin surat pernyataan, sanggup mendidik. Kalau ada terjadi kriminal lagi, orang tuanya di situ harus ada tanggung jawab," tuturnya.
Lebih lanjut, Dedi menjelaskan durasi peserta didik yang menjalani pendidikan di barak militer akan disesuaikan dengan perkembangannya. Jika dalam waktu tiga hari sudah ada perubahan ke arah positif, mereka diizinkan pulang.
"Ya tergantung perkembangan, nanti disesuaikan. Bisa jadi ada yang sudah sebulan, sudah bugar, sudah baik, ada. Ada yang tiga hari sudah baik, kan tergantung," ujarnya.
Dedi Mulyadi menyebut saat ini sudah 39 peserta didik dari Kabupaten Purwakarta yang menjalani pendidikan di Resimen Armed 1/Sthira Yudha Kostrad, Batalyon Armed 9. Kemudian, di Kota Bandung ada 30 peserta didik yang akan menjalani program itu di Rindam III/Siliwangi.
"Yang di Purwakarta 39. Di Kota Bandung 30. Yang dirindam SMP sama SMA. Menginap, masa pulang pergi," kata dia.