Kasus Dugaan Kecurangan Pilkada Cianjur, Warga Nilai Keputusan Bawaslu Enggak 'Nyambung'

| 23 Dec 2020 14:35
Kasus Dugaan Kecurangan Pilkada Cianjur, Warga Nilai Keputusan Bawaslu Enggak 'Nyambung'
Ilustrasi (Nurul Tryani/era.id)

ERA.id - Kelompok masyarakat sipil mengadukan dugaan kecurangan pada proses Pilkada Serentak tahun 2020 di Kabupaten Cianjur kepada Bawaslu Kabupaten Cianjur berakhir mengecewakan bagi para pelapor.

Pasalnya melalui surat Bawaslu tanggal 21 Desember 2020, Bawaslu Kabupaten Cianjur menyampaikan, bahwa status laporan dugaan pelanggaran yang dilakukan pasangan Herman Suherman-TB Mulyana Syahrudin terhadap pasal 71 ayat 3 junto ayat 5 UU No. 10 tahun 2016 dihentikan.

"Ada hal yang tidak nyambung dari surat Bawaslu tersebut, karena saya sebagai pelapor menuntut pasal 71 ayat 3 junto ayat 5 U Nomor 10 Tahun 2016. Sementara Bawaslu dalam surat penghentiannya menyampaikan bahwa petahan Herman Suherman tidak terbukti melanggar pasal 71 ayat 3 uu no 1 tahun 2015. Padahal kita tidak menuntut Herman dengan pasal 71 ayat 3 UU Nomor 1 tahun 2015," kata pelapor Hadi Muhidin, Rabu (23/12/2020). 

Warga Desa Limbangan Sari, Kecamatan Cianjur Kota ini melanjutkan, keputusan Bawaslu ini mencederai perjuangan rakyat Cianjur yang menginginkan Pemilu yang jujur dan adil.

"Sebagai warga yang memiliki hak pilih, saya merasa belum mendapat keadilan. Bawaslu masuk angin sehingga mengeluarkan keputusan yang mencederai akal sehat," ucapnya.

Kuasa hukum pelapor, Abdul Kholik mengatakan, ketidakpercayaan masyarakat wajar, karena sejak diterimanya laporan tidak ada keterangan dari Bawaslu dan proses klarifikasi terlapor pun tidak ada yang dipublikasikan. Menurutnya, selayaknya pemeriksaan perkara penting seharusnya transparan.

"Padahal bukti bukti yang dilaporkan sangat telanjang. Pengerahan RT RW dalam kegiatan yang diinisiasi bupati jajarannya ada video, kesaksian, dan bukti otentik gambar yang jutaan mata telah melihatnya. Dari semua bukti sangat bisa dibuktikan adanya upaya  sistematis mendukung petahana. Dengan mekanisme pemeriksaan yang tidak terbuka maka keputusan penghentian laporan sangat janggal," ucapnya. 

Sementara itu, Ketua Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat (JPPR), Fahmi Musti mengatakan, berdasarkan pengamatannya, penyelenggaraan pemilihan kepala daerah di Kabupaten Cianjur, terdapat dugaan tindakan yang mencederai peyelenggaraan pesta demokrasi tahunan ini. 

"Adanya “pembodohan” kepada publik hanya karna orientasi kandidat yang berputar pada ruang-ruang euforia perebutan kekuasaan. Masyarakat diajari untuk mengikuti “ritme” politikus yang cendrung menurunkan harkat dan nilai demokrasi yang jelas-jelas tidak mencerminkan pendidikan politik yang baik bagi publik," katanya. 

Menyikapi hal ini, Ketua Bawaslu RI Abhan mengatakan, berdasarkan laporan dari Bawaslu Kabupaten Cianjur, dari hasil pembahasan Pleno sentra Gakkumdu, yang terdiri dari Bawaslu, Polisi, Jaksa menyatakan bahwa laporan tersebut tidak memenuhi unsur. 

"Berdasrkan bukti-bukti dan keterangan saksi saksi tidak terepenuhi unsur unsur sebagaimana dimaksud pasal 188 jo Psl 71 ayat 3, dan 5 UU 10/2016," katanya, Rabu (23/12/2020). 

Diberitakan sebelumnya Petahana Calon Bupati Cianjur Herman Suherman-TB Mulyana Syahrudin dilaporkan ke Bawaslu karena diduga melakukan kecurangan dalam Pilkada serentak pada 9 Desember lalu. Dalam laporan yang dilayangkan, Herman-TB Mulyana disebut sudah menggunakan perangkat pemerintahan dan melibatkan ASN dalam proses pemenangan mereka.

Dugaan kecurangan ini dilaporkan oleh warga bernama Hadi Muhidin, warga Desa Limbangan Sari, Kecamatan Cianjur Kota,  ke Bawaslu Kabupaten Cianjur. 

Rekomendasi