ERA.id - Dakwaan JPU KPK bahwa Nurdin Abdullah (NA) menerima Dana CSR untuk kepentingan pribadi, dibantah tegas oleh saksi persidangan. Sumbangan disebut murni untuk pembangunan masjid di kawasan Pucak Maros.
Fakta tersebut mencuat dalam persidangan Gubernur Sulsel non aktif, Nurdin Abdullah. Saksi yang merupakan dua kontraktor dan satu pegawai Bank Sulselbar dicecar pertanyaan oleh JPU KPK di Ruang Sidang Pengadilan Negeri (PN) Makassar, Kamis (29/7/2021).
JPU KPK mempertanyakan arah dana CSR yang disumbangkan untuk pembangunan masjid oleh Petrus Yalim sebagai Direktur PT Putra Jaya dan Thiawudy Wikarso yang juga merupakan kontraktor.
Petrus mengaku, sumbangan senilai Rp100 juta diberikan murni untuk kepentingan masyarakat dan untuk mendapatkan amal ibadah. Bahkan uang tersebut langsung dikirim ke rekening Yayasan Pengurus Masjid, bukan ke pribadi NA.
"Saya dapat nomor rekening dari Syamsul Bahri. Itu nomor rekening yayasan masjid. Kami selalu menyumbang sepanjang untuk kepentingan sosial," jelasnya.
Ia juga mengaku, sumbangan itu tidak ada kaitannya dengan kegiatan proyek di Bantaeng dan di Pemprov Sulsel. "Saya sumbang karena lihat masjidnya. Biasa kami sumbang untuk pembangunan gereja dan pura," tambahnya.
Kontraktor lainnya, Thiawudy Wikarso juga memberi sumbangan melalui dana CSR untuk pembangunan masjid. Nilanya pun sama yakni Rp100 juta, dikirim langsung ke rekening yayasan pengurus masjid.
"Setelah selesai peletakan batu pertama saya makan siang bersama. Pak Petrus kemudian sampaikan bahwa dia sumbangkan Rp100 juta untuk masjid, saya spontan bilang saya ikut juga," bebernya.
Dana tersebut dirincikannya ditransfer dua kali yakni Rp50 juta diawal, kemudian menyusul Rp50 juta lagi dihari yang sama pada bulan Desember.
"Dana CSR memang untuk kepentingan sosial. Tidak pernah ada kaitannya dengan pemerintah. Tidak ada juga kemudahan yang diberikan oleh pemerintah. Tidak pernah juga komunikasi dengan NA soal proyek," katanya.
Fakta juga disebutkan, dua kontraktor tersebut sudah mengenal Nurdin Abdullah sejak menjabat sebagai Bupati Bantaeng. Jauh sebelum Nurdin Abdullah menjabat, keduanya sudah sering mendapat proyek di Bantaeng karena pekerjaannya yang memuaskan.
Saksi lain yakni Sekretaris Direktur Utama Bank Sulselbar, Riski Angriani juga mengungkapkan, jika ia pernah menyetor uang senilai Rp100 juta atas perintah seseorang yang datang bertamu di ruangan direktur waktu itu.
Namun ia tidak tahu namanya, hanya mengingat ciri-cirinya berbadan tinggi dan berkulit sawo matang.
"Ada tamu minta tolong disetor uang nilainya Rp100 juta dalam bentuk cash. Rekening tujuannya ke Yayasan Pengurus Masjid. Setelah itu, dia masuk ke ruangan direktur utama," ungkap wanita kelahiran tahun 1998 silam ini.
Kuasa Hukum Nurdin Abdullah, Arman Hanis mengatakan, tiga saksi yang dihadirkan sudah tegas memberikan informasi.
Saat itu disampaikan bahwa tidak ada sama sekali permintaan dari Gubernur Sulsel non aktif, Nurdin Abdullah secara langsung untuk mengarahkan sumbangan tersebut ke pembangunan masjid.
"Dua kontraktor menyampaikan itu inisiatif mereka, jumlahnya juga ditentukan sendiri, tidak ada juga arahan langsung dari gubernur," katanya saat dihubungi via saluran telepon.
Lanjut Arman Hanis, fakta tersebut adalah poin penting yang harus diketahui. Apalagi penyetorannya juga langsung ke rekening yayasan, bukan ke rekening gubernur.
"Pak Nurdin waktu pidato peletakan batu pertama menyampaikan bahwa pembangunan masjid itu untuk masyarakat. Kontraktor lah yang inisiatif menyumbang untuk masjid yang akan digunakan masyarakat," kuncinya.