ERA.id - Keberadaan Tempat Pembuangan Sampah (TPS) liar yang terdapat di bantaran sungai Cisadane wilayah Kecamatan Neglasari mendapat sorotan dari Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI). TPS liar yang sudah beroperasi sejak 2008 itu dinilai bentuk ketidakmampuan Pemerintah Kota (Pemkot) Tangerang dalam mengelola sampah di daerah.
Manager Kampanye Energi dan Perkotaan untuk WALHI Dwi Sawung mengatakan permasalahan sampah sebenarnya banyak dialami oleh daerah di Indonesia. Pengelolaan sampah yang buruk menyebabkan TPS liar bermunculan.
"Kalau saya lihat sih sebenarnya ini permasalahan yang dialami banyak kota dan kabupaten di indonesia yah, ketidakmampuan manajemen pengelolaan sampah di level kota atau kabupaten hingga banyak TPA TPA liar gitu," ujarnya, Rabu, (29/09/2021).
Menurut dia penutupan TPS liar memang baik. Namun di satu sisi penutupan ini membuat masyarakat tidak ada alternatif lain mengelola sampah. Pasalnya, pemerintah tidak menyediakan fasilitas tersebut. Solusi yang tidak diberikan tersebut tetap saja TPS liar bermunculan kembali.
"Tampaknya pengelolaan sampah itu tidak menjadi salah satu layanan prioritas oleh pemerintah maupun DPRD dan anggaran juga tidak diprioritaskan, yang diprioritaskan mungkin proyek jalan, kalau soal kebersihan itu gak pernah jadi prioritas," jelasnya.
Diketahui, bantaran sungai Cisadane wilayah Kecamatan Neglasari dengan luas sekira 4000 hingga 6000 ribu meter persegi. Lima TPSL itu tepatnya berada di Gang Kebon Jeruk, Gang Lonceng, RT 004 RW 002 yang berdekatan dengan krematorium rawa kucing, RT 005 RW 001 dan RT 01 RW 01 kedaung Baru.
Dari informasi yang diperoleh TPS liar tersebut sudah beroperasi sejak 2008 dan diduga juga menampung sampah dari luar Kota Tangerang. Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) pun sudah melakukan penyegelan pada Kamis, (23/09/2021) lalu.
Langkah ini kata Dwi tepat. KLHK memiliki kewenangan untuk melarang aktivitas TPS liar dan juga memberikan pidana. Namun, yang di hukum seharusnya yang mendapat hukuman pertama kali adalah Pemkot Tangerang bukan pengelolanya.
"Kewenangan KLHK bisa nutup yah, bisa juga menghukum, tapi sebenarnya yang dihukum pertama itu sama KLHK bukan pengelola sampah itu loh, tapi si pemkotnya dulu sebelum ada yang liar itu," tegas Dwi.
"Bisa pidana sebenarnya kalo diundang undang persampahan, undang-undan nomor 18 tahun 2008 tentang pengolahan sampah," tambah Dwi.
Sebenarnya, Aparat Penegak Hukum (APH) bisa langsung bertindak terkait kejahatan lingkungan ini. Hal ini sama seperti UU ITE dan pembalakan liar.
"Biasanya di polisi itu di level paling rendah tuh di Polda kalo di Polres kayanya engga, reskrim khusus lingkungan yah," jelas Dwi.
Dwi menjelaskan keberadaan TPS liar ini merupakan ancaman serius untuk kehidupan. Karena dampak sudah jelas yakni pencemaran air hingga menimbulkan penyakit.
"Kadang-kadangkan dibakar juga tuh lalu timbul sesak nafas, punya penyakit pernafasan, padahal itu berbahaya juga," katanya.
Sampah tersebut pun akan bermuatan ke laut dan mencemarinya. Hingga menimbulkan kerusakan pada hutan mangrove lantaran akarnya tertutup dengan sampah.
"Bisa juga kelihatan 1 atau 2 tahun kan di kita sering dianggap batuk sendiri padahal itu harus ditelusuri sebabnya dari mana, air lindihnya juga masuj ke air tanah bikin gatal gatal," katanya.
Sebelumnya, Walikota Tangerang Arief Wismansyah mengatakan telah menugaskan Satpol PP untuk menindak TPS liar tersebut. Kata dia, hal tersebut juga menjadi urusan kepolisian.
"Udah saya tugasin Satpol PP, karena gini, TPA liar itu bisa pidana kaitannya dengan undang undang lingkungan hidup. Jadi itu urusannya di Kepolisian," pungkasnya.