Sidang Kasus Pemerkosaan Anak Tiri di Tangerang Ditunda, Keluarga Korban Kecewa

| 12 Oct 2021 20:51
Sidang Kasus Pemerkosaan Anak Tiri di Tangerang Ditunda, Keluarga Korban Kecewa
Suasana sidang kasus pemerkosaan anak tiri di PN Tangerang Klas 1 A. (Muhammad Iqbal/Era.id)

ERA.id - Sidang perdana kasus dugaan pemerkosaan bapak kepada anak tiri di Tangerang ditunda. Sidang yang berlangsung secara tertutup di Pengadilan Negeri (PN) Tangerang Klas 1 A yang rencananya digelar pada Selasa (12/10/2021) ditunda lantaran terdakwa Rahmat Bin Mahad Sumitra tidak hadir dengan alasan sakit.

Nampak, sidang itu dihadiri oleh jajaran Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Kota Tangerang Selatan, kuasa hukum, ayah dan ibu kandung dari pihak korban. Sedangkan, dari pihak terdakwa hanya dihadiri oleh kuasa hukumnya. Kemudian, sidang dipimpin oleh hakim ketua, Arief Budi Cahyono.

Kuasa Hukum Korban, Muhammad Rizki firdaus kuasa hukum pun menyangkan hal ini. Pasalnya, sidang tersebut telah ditunggu-tunggu sejak lama. Betapa tidak, sejak dilaporkan pada Oktober 2020 lalu, kasus ini baru disidangkan setahun setelahnya.

"Sidang ditunda karena alasan terdakwa sakit," ujarnya.

Rizki mengakui berdasarkan aturan bila terdakwa sakit maka sidang dapat ditunda. Namun, Rizki merasa ragu dengan alasan itu dan berencana menelusuri penyakit yang diderita oleh terdakwa.

"Kita mau telusuri soal sakitnya karena saat proses penyelidikan pelapor maupun akan korban ini tidak mendapatkan kejelasan soal sakitnya secara ilmiah," katanya.

Riski mengatakan kabar terkait terdakwa Rahmat Bin Mahad Sumitra yang sakit ini diketahui olehnya sepekan sebelum sidang. Namun, hanya diperlihatkan saja bukti surat yang menyatakan penyakit yang diderita terdakwa.

 "Kami pun baru dapat sekitar satu minggu kami dapet dari kejaksaan diperlihatkan. P2TP2A kami hanya diperlihatkan. Gak dapet salinan. Hepatitis B kronis katanya," ungkapnya.

 Dia pun meminta kepada aparat tidak main-main dalam kasus ini. Pasalnya, kasus pemerkosaan anak ini termasuk dalam kejahatan luar biasa.

 "Poinnya adalah ini ekstra ordinary crime. kejahatan luar biasa dan undang-undang perlindungan anak sudah terbit tahun 2016 Dan ancamannya itu tambah satu per tiga 3 jadi kalo bisa kita kalkulasikan ini 20 tahun," tegasnya.

"Plus tambahan hukuman lanjutannya. Ditambah Peraturan Pemerintah tentang kebiri. Ini kan undang-undang yang baru dengan peraturan pemerintah yang baru," tambah Riski.

Dia pun berharap terdakwa dapat dihukum dengan adil sesuai Undang-Undang yang berlaku.

"Kembali lagi kalau anak-anak anda yang mengalami seperti apa ? Dan ini kan kasus kemanusiaan," tegasnya.

"Kuasa hukum terdakwa gentlemen saja kalo memang kondisinya secara ilmiah sembuh datang ke sidang tinggal buktikan di hadapan majelis hakim benar atau tidak kan seperti itu, sangkaan dan dakwaannya," tambah Riski.

Hal senada diungkapkan oleh ayah kandung korban yang tak bisa disebutkan namanya. Dia mengaku kecewa, pasalnya penindakan ini sudah dia tunggu sejak lama. Dia pun menuntut keadilan.

"Saya ingin yang terbaik untuk anak saya, saya minta keadilan gitu. Semua pihak untuk perhatikan kasus ini. Kasus ini bisa terjadi dimana saja dan kapan saja

Kasus ini pun akan kembali dilanjutkan pada Selasa, (19/10/2021) mendatang.

Diketahui, kasus ini menimpa anak berusia 13 tahun yang merupakan warga Kota Tangerang Selatan. Dia diperkosa oleh ayah tirinya yang merupakan pengusaha Alat Kesehatan. Dia mendapat pemerkosaan oleh bapak tirinya yang bernama Rahmat Bin Mahad Sumitra sejak usia 12 tahun.

Aksi bejat Rahmat itu dilakukan sebanyak 10 kali pada medio September 2019 hingga Oktober 2021. Peristiwa itu paling banyak terjadi di kediaman R di salah satu perumahan mewah di Kota Tangerang. Namun, dari pengakuan Erin, aksi bejat tersebut juga sempat terjadi di Hotel.

Ibu korban yang mengetahui anaknya disetubuhi itu pun melaporkan kejadian ini ke Polres Metro Tangerang Kota pada 21 Oktober 2021 lalu. Dengan tanda bukti lapor nomor : TBL/B/907/X/2020/PMJ/ Restro Tangerang Kota. Tindak pidana yang dilaporkan yakni persetubuhan atau pencabulan anak dibawah umur anak. Pasal 81 dan atau 82 UU RI No.35 tahun 2014 tentang perlindungan anak.

Rekomendasi