Ratusan Warga Tak Bisa Nikmati Listrik, Benarkah Makassar Itu 'Kota Dunia'?

| 17 Nov 2021 09:43
Ratusan Warga Tak Bisa Nikmati Listrik,  Benarkah Makassar Itu 'Kota Dunia'?
Sejumlah warga Pulau Barang Caddi, Kecamatan Sangkarrang, Makassar, mengeluh lewat spanduk, Selasa (16/11/2021). (Dok. warga)

ERA.id - Julukan 'Kota Dunia' yang disematkan Wali Kota Danny Pomanto untuk Makassar, perlu dipertanyakan kembali. Apakah sekadar jargon atawa memang benar adanya?

Faktanya, ada ironi yang mesti masyarakat banyak tahu. Ternyata di Makassar, masih ada masyarakatnya yang belum bisa menikmati listrik hingga berbulan-bulan. Tidak cuma itu, saat hujan, banjir juga terjadi di mana-mana.

Buktinya, sebanyak 300 Kepala Keluarga (KK) di Pulau Barang Caddi, Kecamatan Sangkarrang, Kota Makassar, mengeluhkan kesulitan suplai listrik yang berlangsung selama hampir tiga bulan terakhir.

"Sudah mau masuk tiga bulan ini tidak ada aliran listrik karena alat gensetnya rusak. Kami sangat kesulitan dan cukup menderita," ucap Rasnah, Selasa (17/11/2021).

Ia menuturkan selama ini untuk penerangan warga mengandalkan lilin dan lampu pelita. Sedangkan untuk kebutuhan mengisi daya ke ponsel, beruntung ada genset kecil yang dimanfaatkan warga, itupun antre cukup lama.

Sementara barang-barang elektronik yang ada tidak bisa terpakai selama beberapa bulan karena terkendala aliran listrik tidak ada.

Ia mengakui genset itu dikelola oleh pihak tertentu, dan warga setempat rutin membayar iuran antara Rp100 ribu hingga Rp200 ribu per Kepala Keluarga per bulan.

"Kami warga pulau sangat mengharapkan bantuan pemerintah. Sudah kami bersurat ke PLN agar pulau kami juga dialiri listrik, seperti Pulau Barang Lompo, tapi tidak ada respons sampai sekarang," ujarnya.

Rusli, warga Pulau Barang Caddi lainnya, juga menuturkan hal yang sama. Sejak genset sebagai satu-satunya alat penghasil listrik itu rusak, seluruh kegiatan ikut terhambat. Penerangan pun terpaksa menggunakan lilin dan pelita.

Kesulitan lainnya adalah selama hampir tiga bulan, aktifitas anak sekolah terganggu karena bersekolah secara daring. Sementara untuk mengunakan ponsel dayanya harus terisi agar bisa aktif.

"Kalau anak-anak sekolah online kan pakai handphone, tapi kita bingung isi dayanya di mana, karena aliran listrik tidak ada," katanya.

Dikonfirmasi terpisah, Camat Sangkarrang, Akbar Yusuf mengatakan ada dua genset yang menjadi sumber listrik di pulau tersebut, merupakan bantuan hibah dari Pemerintah Kota.

Permasalahanya, dua genset tersebut rusak sehingga tidak bisa digunakan. Akhirnya, bawahan Danny Pomanto menyalahkan tingkah laku masyarakatnya.

Kekuatan aliran listrik pada genset ini, kata dia, 150 KVA. Semua pengelolaan diserahkan kepada masyarakat setempat untuk dijaga dan dirawat, karena penyerahan genset ini belum beberapa lama.

"Jadi persolannya adalah antara masyarakat tidak ada yang taat berkomitmen untuk saling menjaga ini barang. Di satu sisi, butuh bahan bakar menghidupkan mesin, di sini lain perlu biaya, tapi masyarakat banyak tidak taat membayar, di situ masalahnya," ungkap Akbar saat berada di pulau setempat.

Mengenai solusinya, pihaknya sudah mendatangi pengelola, tapi mereka menyatakan sudah menyerah. Kini diambil alih dan telah disampaikan kepada teknisi perusahaan genset tersebut untuk perbaikan. Ternyata, biaya perbaikannya cukup besar Rp200 jutaan.

"Sudah disampaikan ke pimpinan. Dinas PU dan Bagian Keuangan sudah berkoordinasi mencari solusinya. Rencana perbaikan saja dulu satu genset, karena kalau pengadaan baru, anggarannya tidak ada," ujarnya menjelaskan.

ERA.id juga mencoba menghubungi Danny Pomanto untuk meminta kejelasan sampai kapan masyarakatnya menderita, namun hingga kini pesan belum dibalas.

Rekomendasi