ERA.id - Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Medan angkat bicara terkait temuan kerangkeng manusia di rumah Bupati Langkat nonaktif Terbit Rencana Peranginangin, yang diduga melakukan perbudakan terhadap pekerja.
Melalui pengacara publik LBH Medan, Maswan Tambak menilai dugaan perbudakan atau eksploitasi manusia di kerangkeng rumah kepala daerah di Kabupaten Langkat itu harus diungkap hingga tuntas.
Menurutnya, eksploitasi/perbudakan tersebut dapat dilihat dari pola yang dilakukan, yaitu para pekerja dipekerjakan selama sekitar 10 (sepuluh) jam dalam sehari lalu setelah bekerja dimasukkan ke dalam kerangkeng atau penjara.
"Apalagi dari informasi yang didapat sebagai majikan Bupati Langkat Terbit Rencana Peranginangin ternyata tidak membayar upah para pekerja tersebut," kata Maswan dari keterangan tertulis yang diterima, Kamis (27/1/2022).
Maswan menjelaskan, dalam Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang, dalam pasal 1 angka 7 disebutkan,
"Eksploitasi adalah tindakan dengan atau tanpa persetujuan korban yang meliputi tetapi tidak terbatas pada pelacuran, kerja atau pelayanan paksa, perbudakan atau praktik serupa perbudakan, penindasan, pemerasan, pemanfaatan fisik, seksual, organ reproduksi, atau secara melawan hukum memindahkan atau mentransplantasi organ dan/atau jaringan tubuh atau memanfaatkan tenaga atau kemampuan seseorang oleh pihak lain untuk mendapatkan keuntungan baik materiil maupun immateriil".
Melihat dari isi pasal, lanjut Maswan, maka unsurnya sudah terpenuhi untuk mengatakan secara hukum bahwasanya Terbit Rencana Peranginangin telah melakukan eksploitasi dimana sudah ada tindakan baik dengan atau tanpa persetujuan orang lain (para pekerja).
Menurut alumnus hukum Universitas Islam Sumatera Utara (UISU) itu, praktik perbudakan atau serupa perbudakan dan secara melawan hukum, memanfaatkan tenaga atau kemapuan para pekerja untuk mendapat keuntungan.
"Artinya tindakan Terbit Rencana Peranginangin dapat dijerat dengan Pasal 2 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 dimana atas perbuatannya tersebut Terbit Rencana Perangin-angin bisa dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 tahun dan paling lama 15 tahun dan pidana denda paling sedikit Rp120 juta," jelasnya.
Dalam dugaan perbuatannya, sambung dia, Terbit Renana Peranginangin berkedudukan sebagai Bupati Langkat sehingga jika mengacu pada Pasal 8 Ayat (1) dan (2) maka pidananya ditambah 1/3 (sepertiga) dari ancaman pidana yang disangkakan.
Selain sanksi pidana sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) pelaku dapat dikenakan pidana tambahan berupa pemberhentian secara tidak dengan hormat dari jabatannya.
"Jika melihat dari sudut pandang hukum ketenagakerjaan, tentu dugaan ekploitasi tersebut juga sangat tidak dibenarkan. Dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan, tindakan eksploitasi/perbudakan tersebut dinilai tidak sejalan dengan cita-cita atau tujuan hukum itu sendiri. Salah satu tujuan aturan tersebut yaitu untuk memberdayakan dan mendayagunakan tenaga kerja secara optimal dan manusiawi," bebernya.
Selanjutnya, Maswan mengatakan dari sisi waktu kerja yang diduga dibebankan kepada para pekerja sekitar 10 jam, juga bertentangan dengan Pasal 77 Undang-Undang Ketenagakerjaan. Batas waktu maskimal kerja hanya tujuh jam dalam satu hari dan 40 jam satu minggu untuk enam hari kerja dalam satu minggu.
"Pengusaha yang mempekerjakan melebihi waktu kerja di atas harus memenuhi syarat sesuai ketentuan Pasal 78. Pengusaha juga wajib memberi cuti kepada pekerja. Selain itu yang menjadi hak setiap pekerja/buruh adalah perlindungan atas keselamatan dan kesehatan kerja, moral dan kesusilaan dan perlakuan yang sesuai dengan harkat dan martabat manusia demikian juga upah layak," pungkasnya.