ERA.id - Tindakan represif ratusan aparat kepolisian kepada warga Desa Wadas, Kecamatan Bener, Kabupaten Purworejo pada Selasa (8/2/2022) lalu mendapat kecaman dari berbagai pihak. Salah satunya dari Koalisi Kawal Indonesia Lestari (KAWALI).
Diketahui, saat itu Badan Pertanahan Nasional (BPN) yang didampingi oleh ratusan aparat kepolisian bersenjata lengkap hendak melakukan pengukuran untuk pembebasan lahan proyek Bendungan Bener di lokasi tersebut. Luas tanah yang hendak dibebaskan mencapai 124 hektar.
Namun demikian, warga menolak proyek tersebut lantaran dinilai akan mengancam kehidupan dan mata pencaharian mereka dan merusak alam. Sebab, dalam pembangunannya akan ada penambangan batuan andesit material proyek Bendungan Bener.
Proses pengukuran tanah itu itu diwarnai kericuhan. Warga yang menolak proyek tersebut berusaha menghalangi proses pengukuran tanah. Setidaknya ada 64 warga yang diamankan oleh polisi.
Manajer Advokasi dan Kampanye KAWALI Nasional, Fatmata Juliansyah mengatakan tindakan penangkapan, pengepungan dan penyerbuan oleh aparat menggunakan senjata lengkap tidak dapat dibenarkan. Hal ini membuat warga merasa tidak aman dan nyaman dalam menyampaikan suaranya.
"Sangat disayangkan mengapa hal ini terjadi, padahal yg dihadapi adalah kaumnya sendiri, mereka adalah masyarakat dan penduduk asli desa wadas, mereka bukan teroris," ujarnya, Rabu, (9/2/2022).
Fatmata mengatakan warga Wadas hanya menyuarakan aspirasi mereka. Kata dia, ketika tidak ada lagi rasa aman dalam menyampaikan pendapat, maka saat itulah kebebasan dalam menyampaikan pendapat dan berekspresi dibatasi, yang membuat lunturnya nilai-nilai demokrasi.
"Ketika suatu negara penganut asas demokrasi tidak lagi memegang teguh nilai-nilai demokrasi tersebut, maka kemunduran yang luar biasa dialami oleh negara tersebut," tegasnya.
Kata dia, Kawali sangat menyayangkan peristiwa tersebut. Serta mengecam keras keras tindakan represif yang dilakukan aparat kepolisian terhadap warga.
"Tidak sepantasnya aparat kepolisian sebagai aparat penegak hukum yang seharusnya mengayomi masyarakat melakukan tindakan represif kepada warga," tuturnya.
Kejadian ini, kata dia juga akan menimbulkan trauma bagi para penduduk setempat, terlebih bagi kaum perempuan dan anak-anak kecil yang sangat rentan terhadap kekerasan. Kesehatan mental anak-anak sangat penting untuk diperhatikan, mengingat mereka adalah generasi penerus yang akan melahirkan calon-calon pemimpin masa depan.
"Stop tindakan represif dan pembatasan bersuara dan berekspresi," pungkas Fatmata.