Masyarakat Adat Sunda Wiwitan Direpresi, Mampukah Ridwan Kamil Menengahi Demi Toleransi?

| 19 May 2022 13:17
Masyarakat Adat Sunda Wiwitan Direpresi, Mampukah Ridwan Kamil Menengahi Demi Toleransi?
Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil (Dok. Twitter Ridwan Kamil)

ERA.id - Pemuda Nasrani di Kabupaten Sumedang, Jawa Barat, memuji Gubernur Ridwan Kamil setinggi langit. Ia menganggap, Kang Emil toleran. Untuk itu, ia mendukung penuh kalau Kang Emil maju menjadi calon presiden pada Pemilu Presiden (Pilpres) Tahun 2024.

Koordinator Utama Anak Muda Gereja Sumedang (AMGS), Bagas Tarigan, sudah memantapkan hati. Dukungan tersebut, kata Bagas, didasari karena ingn NKRI tetap utuh.

Dari sana, Bagas menilai Indonesia memerlukan pemimpin yang memiliki komitmen tinggi dalam menjaga persatuan dan kesatuan di tengah beragamnya perbedaan suku, agama, dan ras.

"Kita tidak akan bisa membangun kalau ada perpecahan, ada konflik di antara masyarakat," kata dia.

Bagas menilai Emil memiliki komitmen tinggi dalam menjaga keutuhan dan persatuan di masyarakat.

"Kami bisa lihat langsung di postingan-postingan di media sosialnya. Pak Ridwan Kamil sangat paham bahwa menjaga toleransi, persatuan dan kerukunan masyarakat merupakan modal utama Indonesia dalam membangun. Itu dulu," kata dia.

Masyarakat adat ditindas

Nyatanya, konflik kepada masyarakat adat baru-baru terjadi. Masyarakat Sunda Wiwitan direpresi aparat. Kejadian ini banyak disayangkan pelbagai pihak. Dari rilis yang diterima ERA, aparat penegak hukum mencoba mengeksekusi tanah adat Mayasih di Kabupaten Kuningan, Jabar. Aksi ini tak cuma sekali, pernah juga terjadi pada 2017 silam.

Aparat melenggang karena ditopang perintah Pengadilan Negeri Kuningan dengan Surat No. W.11.U16/825/HK.02/4/2022, yang memerintahkan pelaksanaan pencocokan (Constatering) dan sita eksekusi tanah adat Mayasih yang akan dilaksanakan pada tanggal 18 Mei 2022.

Keputusan itu pun dianggap tidak mempertimbangkan sejarah Sunda Wiwitan.  Pasalnya tanah dan bangunan adat yang menjadi objek eksekusi, memiliki hubungan yang kuat dan menyejarah antara masyarakat adat Karuhun Sunda Wiwitan dengan leluhur.

Komunitas Sunda Wiwitan merupakan kesatuan masyarakat adat yang sudah terbentuk sejak lama, bahkan sebelum NKRI terbentuk. Selain itu mereka berpegang teguh terhadap norma serta aturan adat yang sudah mereka jalani sejak lama secara turun-temurun. Misalnya pengaturan tentang pertanian, hubungan sosial, penguasaan lahan yang komunal dll.

Hal ini berdasarkan pada beberapa dokumen penting yang dikeluarkan oleh Sesepuh terdahulu seperti: Pangeran Madrais Sadewa Alibasa dan Pangeran Tedjabuwana dengan memberikan Hak Pengelolaan Aset tersebut kepada tokoh-tokoh masyarakat.

"Ini tercatat dalam Surat Pernyataan tahun 1964 dan tahun 1975 oleh Pangeran Tedjabuwana. Dalam pernyataan tersebut Pangeran Tedjabuwana memberikan Mandat Pengelolaan aset-asetnya kepada tokoh-tokoh masyarakat yang lalu tokoh-tokoh itu mendirikan Yayasan dan menyerahkan pengelolaan aset bersama tersebut kepada Yayasan.

Dengan pengelolaan tinggalan Pangeran Madrais dan Pangeran Tedjabuwana oleh Yayasan maka pengelolaan aset tersebut bukan milik orang per orang/pribadi melainkan sebagai aset komunal, dan ditindaklanjuti oleh Yayasan Pendidikan Tri Mulya," tutur Girang Pangaping Masyarakat Adat Karuhun Urang (AKUR) Sunda Wiwitan, Tati Djuwita.

Tati juga mengaku, dalam pembentukan negara, telah disepakati bahwa negara menghormati dan melindungi kesatuan masyarakat adat beserta budaya dan hukum adat yang mereka yakini.

Itu ditegaskan dalam konstitusi kita Undang-Undang Dasar Repubik Indonesia Tahun 1945 pasal 18B ayat (2) “Negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat serta hak-hak tradisonalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang diatur dalam undang-undang.”

"Dalam hal ini aparat penegak hukum harus secara komprehensif melihat persoalan eksekusi tanah, bukan persoalan hukum semata. Jika eksekusi tetap dipaksakan, maka identitas masyarakat adat Karuhun Sunda Wiwitan dan hak kita untuk beribadah, meyakini agama dan kepercayaan serta mengembangkan budaya telah dihilangkan secara paksa dan merupakan satu tindakan pelanggaran Hak Asasi Manusia," tandasnya.

Rekomendasi