Mau Ditetapkan Lagi Jadi Gubernur, LSM Tuding Sultan HB X Tak Pernah Turun ke Bawah

| 28 Jul 2022 21:38
Mau Ditetapkan Lagi Jadi Gubernur, LSM Tuding Sultan HB X Tak Pernah Turun ke Bawah
Koordinator ARDY Tri Wahyu. (Wawan H)

ERA.id - Gubernur DIY Sri Sultan Hamengku Buwono X dinilai tak pernah turun ke bawah untuk menyerap aspirasi warga, alhasil DIY mengalami sejumlah kemunduran.

Hal itu disampaikan Aliansi Rakyat untuk Demokrasi Yogyakarta (ARDY), gabungan dari berbagai organisasi pro demokrasi di Yogyakarta, seperti LBH Yogyakarta, WALHI Yogyakarta, AJI Yogyakarta, Indonesian Court Monitoring (ICM).

"Gubernur DIY tak pernah turun ke bawah untuk menyerap aspirasi saat pembangunan mendapat penolakan dari warga petani juga tak pernah menemui warga yang menyampaikan aspirasi langsung ke kantor Gubernur," ujar Tri Wahyu, Koordinator ARDY, Kamis (28/7/2022).

ARDY menggelar audiensi dengan DPRD DIY di gedung DPRD DIY untuk memberi masukan pada Pansus DPRD DIY yang telah menerima dokumen Laporan Keterangan Pertanggungjawaban Akhir Masa Jabatan (LKPJ AMJ) Gubernur DIY 2017-2022, Sultan HB X.

Tanpa pilkada, Sultan akan ditetapkan lagi sebagai Gubernur DIY periode berikutnya, 2022-2027, medio Agustus nanti sesuai UU Nomor 13 tahun 2012 tentang Keistimewaan DIY.

Akibat tak pernahnya Sultan turun ke warga itu membuahkan sejumlab kemunduran demokrasi seperti munculnya Peraturan Nomor 1 tahun 2021 tentang Pengendalian Pelaksanaan Pendapat Di Muka Umum Pada Ruang Terbuka.

Aturan ini melarang demo di sejumlah lokasi strategis seperti Jalan Malioboro.

"ARDY berpandangan Pergub tersebut tidak partisipatif dan isinya bermasalah, mengancam hak konstitusional berpendapat dan berekspresi," katanya.

Somasi yang dikirim ARDY pun tak direspons sehingga ARDY melaporkan Gubernur DIY ke Ombudsman RI Perwakilan DIY.

Ombudsman pun telah menyimpulkan bahwa telah terjadi maladministrasi berupa perbuatan tidak patut dalam proses penyusunan dan penetapan Peraturan Gubernur itu.

Gubernur DIY dan Kepala Biro Hukum Sekretariat Daerah DIY dinilai mengabaikan hak masyarakat untuk berpartisipasi memberikan masukan.

"Ini ironi karena Pasal 5 ayat 1 UU Keistimewaan menyatakan tujuan pengaturan keistimewaan DIY adalah mewujudkan pemerintahan yang demokratis dan pemerintahan yang baik," kata Tri.

ARDY juga menyoroti situasi kemunduran tata kelola pemerintahan yang baik, seperti penahanan ASN Pemda DIY oleh KPK dalam kasus korupsi Rp31,7 miliar proyek Stadion Mandala Krida dan temuan BPK RI terkait pembeian Hotel Mutiara Rp170 miliar dari Dana Keistimewaan DIY tanpa ada kajian.

ARDY juga menilai DIY gagal dalam mengelola sampah yang fokus pada penanganan di hilir terkait revitalisasi TPA Piyungan.

"Pemda DIY belum ada skema dan rencana pemulihan pencemaran lingkungan di sekitar TPA Piyungan. Sseharusnya fokus juga pada aspek pengurangan," tuturnya.

Menurut Tri, ARDY pun menilai pelayanan profesionalitas penting dilakukan oleh Gubernur DIY sendiri. "Pendekatan kekuasaan top down malah masih dipakai Gubernur DIY yang menjauhkan diri dari konsep pelayanan publik dan pemerintahan demokratis," katanya.

Anggota DPRD DIY Gimmy Rusdin Sinaga menyatakan menerima laporan dari ARDY tersebut. Menurutnya, DIY memang masih menghadapi sejumlah tantangan, terutama soal kemiskinan dan rendahnya UMP. "Akan kita tampung dan diskusikan aspirasi ini," kata Gimmy.

Rekomendasi