Polusi Udara Tingkatkan Potensi Perempuan 2,5 Kali untuk Bunuh Diri

| 01 Mar 2024 15:55
Polusi Udara Tingkatkan Potensi Perempuan 2,5 Kali untuk Bunuh Diri
Ilustrasi perempuan di lingkungan penuh dengan polusi udara (Pexels)

ERA.id - Polusi udara tak cuma memengaruhi kesehatan fisik, tetapi juga mental. Studi baru-baru ini mengungkap fakta baru yang menyebutkan, kualitas udara juga berpengaruh pada potensi seseorang melakukan bunuh diri. 

Menurut studi itu, angka bunuh diri meningkat secara signifikan ketika polusi udara memburuk dan berdampak sangat kuat kepada kelompok lansia.

Sedangkan pada perempuan, keinginan untuk bunuh diri sebanyak 2,5 kali lebih berisiko dibandingkan kelompok lainnya.

Selain menemukan polusi udara berdampak pada lansia dan perempuan, para peneliti dari India dan Amerika yang melakukan penelitian ini juga menemukan bahwa langkah Tiongkok untuk mengurangi polusi udara telah berhasil mencegah 46.000 kematian akibat bunuh diri selama lima tahun.

Dalam kasus tersebut, keterkaitan antara polusi udara sejauh ini hanya dikaitkan dengan kesehatan fisik, seperti peningkatan risiko berbagai kondisi termasuk asma, penyakit kardiovaskular, dan kanker paru-paru. 

Namun, menurut Tamma Carleton, salah satu peneliti utama studi tersebut mengatakan, faktor lingkungan juga dapat berdampak buruk pada kesehatan mental.

“Kita sering menganggap bunuh diri dan kesehatan mental sebagai masalah yang harus dipahami dan diselesaikan pada tingkat individu. Hasil ini menunjukkan pentingnya peran kebijakan publik, kebijakan lingkungan, dalam memitigasi krisis kesehatan mental dan bunuh diri di luar intervensi pada tingkat individu,” kata Carleton.

Sebelumnya, ia telah mempelajari dampak suhu terhadap tingkat bunuh diri di India dan mengamati korelasi di mana peningkatan suhu menyebabkan peningkatan tingkat bunuh diri.

Ketika ia dan rekan peneliti lain, Peng Zhang, melihat penurunan angka bunuh diri yang lebih cepat di Tiongkok dibandingkan dengan rata-rata global, mereka memutuskan untuk mengeksplorasi hubungan antara upaya negara tersebut dalam memerangi polusi udara dan penurunan angka bunuh diri yang diamati baru-baru ini.

Para peneliti kemudian mengumpulkan data demografi dari Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Tiongkok antara tahun 2013 dan 2017 dan memperoleh data meteorologi dari Pusat Layanan Data Meteorologi Tiongkok.

Sayangnya, mereka harus menghadapi tantangan utama berupa memisahkan dampak polusi terhadap tingkat bunuh diri dari faktor-faktor lain yang berkorelasi seperti aktivitas ekonomi, pola perjalanan, dan hasil industri.

“Mereka memanfaatkan kondisi atmosfer yang disebut inversi, di mana udara hangat memerangkap lapisan udara dingin di bawahnya seperti tutup panci. Hal ini dapat memusatkan polusi udara di dekat permukaan, sehingga menghasilkan hari-hari dengan tingkat polusi yang lebih tinggi. yang tidak berkorelasi dengan aktivitas manusia,” kata studi itu seperti dikutip Antara.

Dengan memisahkan tingkat polusi dari aktivitas manusia, yang secara inheren memengaruhi perilaku manusia, para peneliti dapat menentukan dampak kausal antara polusi udara dan tingkat bunuh diri.

Para peneliti pun kemudian membandingkan jumlah kasus bunuh diri di 600 wilayah, membedakan antara minggu-minggu dengan cuaca inversi dan minggu-minggu dengan cuaca yang lebih umum, dan menganalisis data menggunakan model statistik.

Analisis tersebut menunjukkan, dampak polusi sangat terasa di kalangan lansia, dimana perempuan lanjut usia 2,5 kali lebih rentan dibandingkan kelompok lain.

Namun, para peneliti tidak yakin mengapa perempuan lanjut usia sangat rentan terhadap dampak polusi terhadap kesehatan mental, walaupun faktor budaya mungkin berperan.

“Sejumlah besar kasus bunuh diri di kalangan perempuan di Tiongkok dikaitkan dengan krisis akut dan jika polusi berdampak langsung pada kesehatan mental, maka hal tersebut dapat berdampak besar pada perempuan lanjut usia,” kata para peneliti.

“Fenomena ini nampaknya terjadi secara relatif cepat. Angka ini meningkat dalam minggu pertama setelah paparan, dan kemudian menurun secara tiba-tiba ketika kondisi membaik. Hal ini menunjukkan bahwa polusi mungkin memiliki efek neurologis langsung, dibandingkan menciptakan masalah kesehatan kronis yang mendorong angka bunuh diri meningkat. Memang benar, ada semakin banyak bukti bahwa polusi partikulat mempengaruhi neurokimia,” tambah mereka.

Selain polusi udara, beberapa faktor lingkungan dapat mempengaruhi tingkat bunuh diri seperti pemanasan udara selama tiga puluh tahun di India menyebabkan dampak bunuh diri yang sama besarnya dengan pengendalian polusi udara selama lima tahun di Tiongkok.

“Kebijakan publik mengenai polusi udara sesuatu yang tidak dapat anda kendalikan, apa yang ada di luar jendela anda mempengaruhi kemungkinan anda bunuh diri dan menurut saya hal ini memberikan sudut pandang yang berbeda pada solusi yang harus kita pikirkan. Penting bagi kita untuk memikirkan hal ini. pejabat kesehatan masyarakat juga mengetahui hal ini ketika iklim kita semakin panas dan polusi meningkat hal ini terjadi di banyak negara berkembang,” pungkas Carleton.

Rekomendasi