ERA.id - Penyakit kencing manis atau yang lebih dikenal dengan Diabetes Mellitus (DM) saat ini diklaim sebagai bom waktu pembunuh bagi para pengidapnya. Jika tidak ditangani serius, pengidap bisa mengalami kerusakan organ tubuh yang sangat vital seperti jantung, hati, pankreas, dan ginjal.
Diabetes Melitus yang dulu hanya diidap oleh lansia, kini mulai menjangkiti generasi muda. Diabetes yang disebabkan oleh gaya hidup ini dalam dunia medis disebut sebagai DM tipe 2.
"Mayoritas penderita diabates di Indonesia tidak menyadari dirinya terkena DM2 selama bertahun-tahun dan baru terdiagnosis DM setelah mengalami komplikasi seperti komplikasi jantung dan ginjal," kata Ketua Center for Health Economics and Policy Studies Universitas Indonesia (CHEPS-UI) Prof. Budi Hidayat, dalam Webinar Jumat (13/11/2020).
Berdasarkan hasil studi PKEKK FKM UI dengan menggunakan data klaim BPJS Kesehatan 2016, dari 18,9 juta peserta JKN yang mengakses perawatan lanjutan di rumah sakit, 812.204 (4 persen) teridentifikasi menderita DM2. Dari 812.204 peserta yang terdiagnosis diabates, lebih dari setengahnya (57 persen) nya mengalami komplikasi dengan komplikasi tertinggi adalah pada penyakit kardiovaskular (24 persen).
Total biaya pengobatan DMT2 dan komplikasinya mencapai Rp 7.7 Triliun rupiah pada 2016, dengan 74 persen biaya digunakan untuk manajemen penderita komplikasi terkait diabetes.
"Pasien diabates dengan komplikasi juga rerata memiliki biaya dua kali lipat lebih besar dibandingkan pasien yang tidak mengalami komplikasi, rerata untuk laki-laki pertahunnya menyedot biaya 14 juta dan 11 juta per tahun pada perempuan," sambung Ketua Kajian Ekonomi dan Kebijakan Kesehatan(PKEKK) FKM UI ini.
Seperti diketahui, Indonesia menduduki ranking 6 dunia untuk jumlah penyandang diabetes, dengan 10,4 juta penduduk menderita diabetes.
Menurut Budi, penanganan diabetes di JKN mengeluarkan biaya yang tinggi dengan mayoritas pembiayaan digunakan untuk menangani komplikasi.
“Jika tidak dilakukan intervensi yang tepat sejak dini, maka penanganan diabetes di pelayanan kesehatan diestimasikan mencapai Rp199 triliun dan pembiayaan untuk komplikasi sendiri mencapai Rp142 triliun dari Rp 199 triliun,” jelas Budi.
Berdasarkan studi lain yang dilakukan, pada 800.000 populasi diabetes ternyata 57 persen mengalami komplikasi. Adapun pada 2016 total biaya yang dikeluarkan JKN sebesar Rp7,7 triliun untuk menangani diabetes dan 74 persen tersedot untuk membiayai pasien diabetes yang mengalami komplikasi.
PKEKK FKM UI melakukan kajian mengenai beban biaya medis pasien DM2 dan konsekuensi finansial yang ditanggung oleh program JKN. Dalam kajian itu ditemukan bahwa rata-rata biaya pengobatan langsung tahunan pada pasien DM2 adalah sebesar Rp9,5 juta per orang, di mana pasien dengan komplikasi menghabiskan biaya rerata sebesar Rp12,5 juta per tahun dan Rp5,7 juta per tahun bagi pasien yang tidak memiliki komplikasi.
Pemantauan dan pengobatan DM2 sejak dini mutlak dilakukan di semua tingkat perawatan, mulai dari Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP) seperti Puskesmas dan klinik yang ditunjuk BPJS
Kesehatan, dapat mengoptimalkan cara yang efektif guna mendorong diagnosis dini dan mempertahankan kontrol glikemik pada pasien DM untuk meningkatkan hasil terapi.
"Untuk menyusun strategi pencegahan dan pengendaian DM2, perlu ditekankan bahwa tercapainya target gula darah merupakan kunci untuk menurunkan angka komplikasi dan menekan angka pembiayaan kesehatan DM akibat komplikasi," ucapnya.
Prof. Budi menekankan kontrol dini wajib dilakukan untuk mencegah terjadinya komplikasi pada orang yang sudah terdiagnosis DM2. Kontrol dini dapat dilakukan dengan cara terapi yang optimal bagi penderita diabetes.
"Selain itu, perlunya sinkronisasi konsensus PERKENI dengan tata laksana regulasi diabetes pada program JKN agar seluruh pasien diabates pada program JKN dapat mendapatkan terapi yang optimal," tegasnya.