ERA.id - Sebuah rumah sakit di Boston, Amerika Serikat menolak seorang pasien yang harus menjalani transplantasi jantung. Penolakan ini dilakukan lantaran pasien belum menerima vaksin Covid-19.
Seorang juru bicara Brigham and Women's Hospital mengatakan penolakan terhadap pasien yang gagal menerima transplantasi jantung sudah sesuai dengan kebijakan rumah sakit. DJ Ferguson tidak bisa menerima donor lantaran statusnya yang belum menerima vaksin Covid-19.
"Mengingat kekurangan organ yang tersedia, kami melakukan segala yang kami bisa untuk memastikan bahwa pasien yang menerima transplantasi organ memiliki peluang terbesar untuk bertahan hidup," kata seorang juru bicara rumah sakit, dikutip BBC, Rabu (26/1/2022).
"Sistem perawatan kesehatan Mass General Brigham kami memerlukan beberapa vaksin yang direkomendasikan CDC, termasuk vaksin COVID-19," lanjutnya.
Lalu, kata pihak rumah sakit, perilaku dan gaya hidup penerima donor juga akan dipertimbangkan sebagai bentuk dari peluang keberhasilan operasi. Tidak hanya itu saja, gaya hidup yang sehat juga mendukung kelangsungan hidup pasien serelah menjalani prosedur transplantasi.
Pernyataan rumah sakit secara tidak langsung menyiratkan bahwa pasien tidak memenuhi syarat lantaran tidak divaksin. Namun rumah sakit menolak untuk memberikan alasan secara spesifik dengan alasan privasi pasien.
Rumah sakit menambahkan bahwa sebagian besar dari 100.000 orang dalam daftar tunggu untuk transplantasi organ tidak akan menerima organ dalam waktu lima tahun karena kekurangan organ yang tersedia.
Ferguson tercatat sudah berada di rumah sakit sejak November 2021. Dia menderita masalah jantung turun-temurun yang menyebabkan paru-parunya dipenuhi darah dan cairan. Sayangnya status vaksin Ferguson yang nihil membuat dirinya kehilangan kesempatan untuk menerimaa transplantasi jantung.
Menurut catatan, sebelum melakukan transplantasi sistem kekebalan tubuh mereka akan melemah dan setelah operasi harus minum obat anti-penolakan untuk mencegah tubuh menolak organ baru. Obat ini semakin mengganggu sistem kekebalan tubuh dan menumpulkan kemampuannya untuk menangkal virus seperti COVID-19.
"Penelitian telah menunjukkan bahwa penerima transplantasi memiliki risiko kematian akibat COVID-19 yang jauh lebih tinggi jika dibandingkan dengan pasien non-transplantasi," kata Brigham and Women's Hospital.
David Ferguson, ayah dari pria 31 tahun itu mengatakan bahwa putranya merasa bahwa divaksinasi berlawanan dengan prinsip dasarnya. Ferguson disebut tidak benar-benar mempercayai vaksin.
Pihak keluarga juga berencana untuk memindahkan Ferguson ke rumah sakit lain, tetapi kondisinya yang terlalu lemah membuat keluarga mengurungkan niatnya.
"Kami secara agresif mengejar semua opsi, tetapi kami kehabisan waktu. Saya pikir anak laki-laki saya bertarung dengan sangat berani dan dia memiliki integritas dan prinsip yang sangat dia yakini dan itu membuat saya semakin menghormatinya. Itu tubuhnya. Itu pilihannya," kata David.
Penolakan tindakan medis dengan alasan vaksin bukan kali pertama yang menimpa warga Amerika Serikat. Sebelumnya seorang wanita Minnesota menggugat rumah sakti setelah dokter melepaskan suaminya yang tidak divaksin dari ventilator. Padahal menurut pengakuannya, suaminya sudah memakai ventilator selama dua bulan terakir.