10 Puisi Sumpah Pemuda yang Dapat Menumbuhkan Semangat dan Bisa Dibacakan pada Acara dan Momen Tertentu

| 28 Oct 2021 17:04
10 Puisi Sumpah Pemuda yang Dapat Menumbuhkan Semangat dan Bisa Dibacakan pada Acara dan Momen Tertentu
Ilutrasi Sumpah Pemuda. (Ilham/ERA.id)

ERA.id - Hari Sumpah Pemuda diperingati setiap tanggal 28 Oktober. Peringatan ini menjadi momentum menumbuhkan semangat pemuda dalam memperjuangkan kemerdekaan Republik Indonesia.

Ada banyak cara dalam memperingati hari Sumpah Pemuda, salah satunya dengan membaca puisi-puisi tentang Sumpah Pemuda yang berisi semangat juang para pemuda.

Berikut ini 10 puisi tentang semangat pemuda yang dapat Anda baca dan bagikan kepada teman Anda.

1."Prajurit Jaga Malam" karya Chairil Anwar

Waktu jalan. Aku tidak tahu apa nasib waktu?

Pemuda-pemuda yang lincah yang tua-tua keras, bermata tajam

Mimpinya kemerdekaan bintang-bintangnya kepastian ada di sisiku selama menjaga daerah mati ini

Aku suka pada mereka yang berani hidup

Aku suka pada mereka yang masuk menemu malam

Malam yang berwangi mimpi, terlucut debu...

Waktu jalan. Aku tidak tahu apa nasib waktu!

2.“Aku” karya Chairil Anwar

Kalau sampai waktuku

'Ku mau tak seorang kan merayu

Tidak juga kau

Tak perlu sedu sedan itu

Aku ini binatang jalang

Dari kumpulannya terbuang

Biar peluru menembus kulitku

Aku tetap meradang menerjang

Luka dan bisa kubawa berlari

Berlari

Hingga hilang pedih peri

Dan aku akan lebih tidak perduli

Aku mau hidup seribu tahun lagi.

3.“Sumpah Pemuda” karya Irwinday

menjadikan kita satu

satu tumpah darah

satu bangsa

satu bahasa

memberikan kita rasa

rasa cinta

rasa suka cita

rasa bangga

berkat sumpahmu

kini garuda telah bangkit

bangkit dari kematian yang suri

perjuanganmu sungguh kemuliaan

takkan dapat tergantikan

terimakasih pemuda

4.“Saat Seorang Pemuda Bersumpah” karya Lins Ladya

darah bergejolak saat terhina

gemetar tubuhnya saat melihat krtidak setujuan

gemeretak giginya berpadu dengan nafas

kepal tangannya sekuat batu

robohkan segala ketidaknyamanan!!!

itulah yang terbesit dalam dadanya

sekali lagi berbuat semena-mena

pemuda tak kuasa menahan amarahnya

selain majuuuu dan terus majuuuu

pantang bagi pemuda kembali munduuur

karena pemuda adalah jiwaku dan jiwamu

5.“Sumpah Pemuda” karya Dhany Alkautsar

bingkai mata rantai nan kokoh

menjadi satu kesatuan tekat yang bulat

melingkar saling mengait

menggenggam untuk menguatkan

satu bangsa

satu darah

satu bahasa 

satu Indonesia

bangkitlah wahai jiwa yang tertidur

taburkan semangatmu

semailah benih perjuangan di setiap hamparan bumimu

hamparan indah

walaupun kita tumbuh dari berbagai rumpun

namun akar juang tetap satu

menyatu di dalam darah, bangsa dan bahasamu

asalah tekadmu demi

Indonesia

6.“Diponegoro” karya Chairil Anwar

Di masa pembangunan ini...

Tuan hidup kembali

Dan bara kagum menjadi api

Di depan sekali tuan menanti

Tak gentar. Lawan banyaknya seratus kali....

Pedang di kanan, keris di kiri

Beselempang semangat yang tak bisa mati

MAJU...

Ini barisan tak bergenderang-berpalu

Kepercayaan tanda menyerbu...

Sekali berarti

Sudah itu mati...

MAJU...

Bagimu Negeri

Menyediakan api...

Panah di atas menghamba...

Binasa di atas ditindas...

Sesungguhnya jalan ajal baru tercapai...

Jika hidup harus merasai...

Maju...

Serbu...

Serang...

Terjang...

7.“Takut 66, takut 98” karya Taufik Ismail

Mahasiswa takut pada dosen

Dosen takut pada dekan

Dekan takut pada rektor

Rektor takut pada menteri

Menteri takut pada presiden

Presiden takut pada mahasiswa

8.“Kalian Cetak Kami Jadi Bangsa Pengemis, Lalu Kalian Paksa Kami Masuk Penjajahan Baru, Kata Si Toni” karya Taufik Ismail

Kami generasi yang sangat kurang rasa percaya diri

Gara-gara pewarisan nilai, sangat dipaksa –tekankan

Kalian bersengaja menjerumuskan kami-kami

Sejak lahir sampai dewasa ini

Jadi sangat tepergantung pada budaya

Meminjam uang ke mancanegara

Sudah satu keturunan jangka waktunya

Hutamg selalu dibayar dengan hutang baru pula

Lubang itu digali lubang itu juga ditimbuni

Lubang itu, alamak, kok makin besar jadi

Kalian paksa-tekankan budaya berhutang ini

Sehingga apa bedanya dengan mengemis lagi

Karena rendah diri pada bangsa-bangsa dunia

Kita gadaikan sikap bersahaja kita

Karena malu dianggap bangsa miskin tak berharta

Kita pinjam uang mereka membeli benda mereka

Harga kita mahal tak terkira, harga diri kita 

Digantung di etalase kantor Pegadaian Dunia

Menekur terbungkuk kita berikan kepala kita bersama

Kepada Amerika, Jepanh, Eropa dan Australia

Mereka negara multi-kolonialis dengan elegansi ekonomi

Dan ramai-ramailah mereka pesta kenduri

Sambil kepala kita dimakan begini

Kita diajarinya pula tata negara dan ilmu budi pekerti

Dalam upacara masuk masa penjajahan lagi

Penjajahnya banyak gerakannya penuh harmoni

Mereka mengerkah kepala kita bersama-sama

Menggingit dan mengunyah teratur berirama

Sedih, sedih, tak terasa jadi bangsa merdeka lagi

Dicengkeram kuku negara multi-kolonialis ini

Bagai ikan kekurangan air dan zat asam

Beratus juta kita menggelepar

Menggelinjang

Kita terperangkap terjaring di jala raksasa hutang

Kita menjebakkan diri ke dala kerangkeng budaya

Meminjam kepeng ke mancanegara

Dari membuat peniti dua senti

Sampai membangun kilang gas bumi

Dibenarkan serangkai teori penuh sofistikasi

Kalian memberi contoh hidup boros berasas gengsi

Dan fanatisme mengimpor barang luar negeri

Gaya hidup imitasi, hedonistis, dan materialistis

Kalian cetak kami jadi Bangsa Pengemis

Ketika menadahkan tangan serasa menjual jiwa

Tertancap dalam berbekas, selepas tiga dasawarsa

Jadilah kami generasi sangta kurang rasa percaya

Pada kekuatan diri sendiri dan kayanya sumber alami

Kalian lah yang membuat kami jadi begini

Sepatutunya kalian kami giring ke lapangan sepi

Lalu tiga puluh ribu kali, kami cambuk dengan puisi ini

9.“Seorang Tukang Rambutan Pada Istrinya” karya Taufik Ismail

Tadi siang ada yang mati, 

Dan yang mengantar banyak sekali

Ya. Mahasiswa-mahasiswa itu. Anak-anak sekolah

Yang dulu  berteriak: dua ratus, dua ratus!

Sampai bensin juga turun harganya

Sampai kita bisa naik bis pasar yang marah pula

Mereka kehausan dalam panas bukan main

Terbakar muka di atas truk terbuka

Saya lemparkan sepuluh ikat rambutan kita, bu

Biarlah sepuluh ikat juga

Memang sudah rezeki mereka

Mereka berteriak-teriak kegirangan dan berebutan

Seperti anak-anak kecil

“Hidup tukang rambutan!” Hidup tukang rambutan

Dan menyoraki saya. Betul bu, menyoraki saya

Dan ada yang turun dari truk, bu

Mengejar dan menyalami saya

Hidup pak rambutan sorak mereka

Saya dipanggil dan diarak-arak sebentar 

“Hidup pak rambutan!” sorak mereka

Terima kasih, pak, terima kasih!

Bapak setuju karni, bukan?

Saya mengangguk-angguk. Tak bisa bicara

Doakan perjuangan kami, pak

Mereka naik truk kembali

Masih meneriakkan terima kasih mereka

“Hiup pak rambutan! Hidup rakyat!”

Saya tersedu, bu. Saya tersedu

Belum pernah seumur hidup

Orang berterima-kasih begitu jujurnya

Pada orang kecil seperti kita.

10.“Dengan Puisi, Aku” karya Taufik Ismail

Dengan puisi, aku bernaynyi

Sampai senja umurku nanti

Dengan puisi, aku bercinta

Berbatas cakrawala

Dengan puisi, aku mengenang

Keabadian yang akan datang

Dengan puisi, aku menangis

Jarum waktu bila kejam mengiris

Dengan puisi, aku mengutuk

Nafas zaman yang busuk

Dengan puisi, aku berdoa

Perkenankanlah kiranya.

Ingin tahu informasi menarik lainnya? Pantau terus ERA.id dan ikuti media sosial kami.

Rekomendasi