Sejuta Arti 'Jempol Kejepit' dari Meriam Si Jagur

| 03 Oct 2020 18:36
Sejuta Arti 'Jempol Kejepit' dari Meriam Si Jagur
Gestur tangan 'jempol kejepit', atau manu fica, di bagian belakang Meriam Si Jagur yang ada di halaman utara Museum Fatahillah, Jakarta. (Dok: Museum Fatahillah)

ERA.id - Gerakan tangan 'jempol kejepit' tak selamanya bermakna jorok. Bernama manu fica, atau 'lambang ara' dalam bahasa Latin, gestur ini juga bermakna 'keberuntungan'. Salah satu buktinya bisa dilihat di bagian belakang Meriam Si Jagur, meriam tua yang dibuat Portugis pada abad ke-16.

'Meriam Si Jagur', begitu ia biasa dipanggil. Konon, meriam yang saat ini ditempatkan di halaman utara Museum Fatahillah, Kota Tua, Jakarta, ini dulunya bersuara "Jegar! Jegur!" saat memuntahkan bola meriam kaliber 25 cm. Namun, itu sekadar urban legend yang mewarnai Meriam Si Jagur.

Gambar meriam si jagur museum fatahillah
Meriam Si Jagur di halaman utara Museum Fatahillah, Kota Tua Jakarta. (Dok: Museum Fatahillah)

Berdasarkan sejumlah literatur sejarah, Meriam Si Jagur ini sebenarnya dibuat di Makau oleh O Grande Fundidor Manuel Tavares, yang merupakan pemilik pabrik pengecoran baja milik Portugis. Meriam sepanjang 3,85 meter ini konon dibuat dari peleburan 16 meriam kecil, sehingga saat ini bisa terlihat sebuah tulisan dalam bahasa latin di tubuh Si Jagur, "Ex me ipsa renata sum", yang artinya aku diciptakan dari diriku sendiri.

Nama 'Si Jagur' sendiri erat dengan sejarah bahwa ia dulu dipakai untuk menjaga benteng St Jago de Barra, yang secara harfiah berarti 'St Jago di dekat pantai'. Baru pada abad ke-16, Portugis lantas memindahkan meriam ini ke Malaka. Sejak itulah ia berpindah-pindah tangan, hingga akhirnya jatuh ke tangan Kantor Dagang Belanda (VOC) yang lantas memboyongnya ke Batavia.

Perihal fungsi Meriam Si Jagur sebagai "penjaga benteng" itulah yang bisa dikaitkan dengan simbol manu fica yang ada di bagian belakang meriam. Terpampang jelas tangan yang feminim, lengkap dengan galang, menunjukkan gestur ibu jari yang diapit telunjuk dan jari tengah.

Gestur ini kabarnya sudah digunakan sejak jaman Romawi Kuno di Italia, dan oleh karenanya banyak ditemui di kawasan Eropa Latin dan Mediterania. Pada masa Romawi (509 SM-476 M), seorang bapa keluarga (pater familias) akan membuat gestur 'jempol kejepit' itu ketika melaksanakan ritual Lemuria, yaitu pengusiran roh jahat dari anggota keluarga yang baru meninggal.

Karena proses adopsi dan asimilasi, di Portugis, bangsa yang membuat Meriam Si Jagur ini, gestur itu memiliki nama 'fico', artinya keberuntungan.

Memang, pada akhirnya gestur manu fica ini keliling dunia dan memiliki bermacam-macam makna. Di Indonesia saja kita mengenal gestur ini sebagai simbol hubungan intim, alih-alih keberuntungan. Hal ini sama dengan di Jepang yang menghubungkan gestur 'jempol kejepit' dengan セックス (sekkusu) atau seks. Gestur ini sudah jarang digunakan di Negeri Sakura sejak tahun 1989.

Namun, perlu diketahui, bahwa gestur ini dinilai sangat kasar, bahkan setara dengan mengacungkan jari tengah, di Turki dan Korea Selatan. Jadi, bukannya mengundang tawa renyah, mengacungkan 'jempol kejepit' di negara-negara itu justru akan mengundang salah paham.

Akhirnya, makna 'jempol kejepit' akan kembali pada konteks penggunaannya. Sama saja seperti Meriam Si Jagur yang dari meriam pelindung benteng (Makau dan Malaka), kini menjadi ornamen mati di Kota Tua, makna 'jempol kejepit' bisa berubah dari keberuntungan menjadi pemicu salah paham, tergantung di mana ia digunakan.

Rekomendasi