ERA.id - Pemilihan umum Belanda diwarnai dengan kekecewaan terutama dari umat Muslim usai Geert Wilders menjadi pemenang. Kemenangan Wilders yang disebut sebagai Donald Trump versi Belanda ini diprotes karena menjadi politisi anti-Islam.
Partai Kebebasan (PVV) yang dipimpin Geert Wildres mendapat kursi terbanyak dalam pemilihan umum Belanda, Rabu (22/11/2023). Partainya mendapat 37 kursi dari 150 yang tersedia. Kemenangan itu membawa Wilders, yang juga anti-Uni Eropa berambisi menduduki jabatan Perdana Menteri Belanda.
Meski demikian, kiprah politisi 60 tahun itu di panggung politik dinilai buruk setelah berbagai kontroversi yang melibatkan namanya. Dia pernah tersandung kasus ancaman kekerasan, tuduhan ujaran kebencian, dan kasus pengadilan.
Retorika anti-Islamnya yang berapi-api juga menjadikannya sasaran para ekstremis dan menyebabkan dia hidup di bawah perlindungan sepanjang waktu selama bertahun-tahun. Dia muncul di pengadilan sebagai korban ancaman pembunuhan.
Dia diketahui kerap kali berpindah dari satu rumah persembunyian ke rumah persembunyian lainnya selama hampir dua dekade namun menolak untuk dibungkam.
Pada tahun 2009, pemerintah Inggris menolak mengizinkannya mengunjungi negara tersebut, dengan mengatakan bahwa ia merupakan ancaman terhadap “keharmonisan masyarakat dan keamanan publik,” dan ia dihukum karena menghina warga Maroko pada pertemuan malam pemilu tahun 2014.
Terkait anti-Islam yang dia yakini, Wilders membandingkan Alquran dengan Mein Kampf, manifesto Hitler yang terkenal, dan mengatakan dia ingin melarang masjid dan sekolah Islam di Belanda.
Wilders telah berjanji untuk tidak melanggar undang-undang Belanda yang melindungi kebebasan beragama dan berekspresi namun hal ini mungkin tampak sangat sulit mengingat pandangannya.
Belanda memiliki populasi Islam yang besar karena masa kolonialnya di Indonesia. Namun, Wilders sebelumnya mengatakan umat Islam hanya diperbolehkan tinggal jika mereka menolak hukum Syariah.
Menurut laporan Reuters, tahun 2016, ia divonis bersalah karena menghasut diskriminasi terhadap para pendukungnya dengan teriakan bahwa mereka menginginkan "lebih sedikit! lebih sedikit! lebih sedikit!" orang Maroko.
Wilders juga ingin melarang pengungsi dan mencabut permintaan maaf atas perbudakan. Selama masa kampanyenya, politisi berambut pirang itu juga menganggendakan untuk meninggalkan Uni Eropa dan ingin melarang orang memiliki kewarganegaraan ganda.
Sebagai seorang veteran politik, ia pertama kali terpilih pada tahun 1998 dan pada akhir tahun ini akan menjadi anggota parlemen yang paling lama menjabat di negara tersebut.
Dia pertama kali menjadi anggota Dewan Perwakilan Rakyat untuk Partai Rakyat untuk Kebebasan dan Demokrasi yang berhaluan kanan-tengah, di mana ia membimbing calon perdana menteri muda Mark Rutte sebelum mundur dari partai tersebut dan mendirikan Partai untuk Kebebasannya sendiri.
Ia juga merupakan pendukung setia Israel dan menganjurkan pemindahan Kedutaan Besar Belanda di sana ke Yerusalem dan menutup pos diplomatik Belanda di Ramallah, markas Otoritas Palestina.