ERA.id - Perdana Menteri Korea Selatan Han Duck-soo, mengingatkan para dokter akan bahayanya aksi pemogokan kerja kepada para pasien yang membutuhkan. Han menekankan aksi itu bisa membahayakan nyawa pasien.
Pernyataan perdana menteri tersebut muncul setelah dokter magang dari lima rumah sakit umum besar di Seoul mengatakan mereka akan menyerahkan surat pengunduran diri pada Senin (19/2).
Mereka juga memutuskan untuk meninggalkan pekerjaan pada hari berikutnya.
"Jika para dokter benar-benar mengambil tindakan yang mengakibatkan kekosongan layanan kesehatan, kerugiannya akan menimpa masyarakat,” kata Han dalam sebuah pernyataan, dikutip Kyodo News, Senin (19/2/2024).
“Kekosongan layanan kesehatan akibat tindakan kolektif tersebut adalah sesuatu yang tidak boleh terjadi, karena bisa membahayakan nyawa dan kesehatan masyarakat,” sambungnya.
Aksi mogok sekaligus demo besar-besaran oleh para dokter di Korea Selatan ini sudah direncanakan sejak beberapa waktu lalu. Aksi ini sebagai bentuk penentangan terhadap keputusan pemerintah yang menambah 2.000 kuota mahasiswa baru sekolah kedokteran pada tahun depan.
Penambahan jumlah itu menandai peningkatan tajam kuota mahasiswa kedokteran, dari 3.058 kursi yang ada saat ini.
Terkait hal itu, Han menekankan bahwa upaya pemerintah untuk mereformasi sektor medis hanya dapat berhasil jika negara tersebut memiliki lebih banyak dokter.
“Mengingat waktu yang dibutuhkan untuk mendidik dokter spesialis, kita tidak bisa lagi menunda kenaikan ini. Tidak hanya pasien yang menua, tapi juga para dokter,” ujar Han.
Han juga menekankan bahwa kuota tersebut belum pernah dinaikkan selama 27 tahun terakhir ini.
Selain itu, Han menegaskan bahwa pemerintah akan terus memberikan insentif bagi para dokter, termasuk membangun “jaring pengaman” untuk meringankan pertanggungjawaban pidana mereka jika terjadi malapraktik.
Korea Selatan juga sebelumnya berjanji untuk mengalokasikan 10 triliun won (Rp115 triliun) pada 2028 untuk meningkatkan kompensasi layanan medis di bidang-bidang penting, dan untuk menarik lebih banyak dokter berpraktik di sektor-sektor yang berisiko lebih tinggi.
Di sisi lain, Menteri Kesehatan Korsel Cho Kyoo-hong mengatakan pemerintah terbuka untuk melakukan pembicaraan dengan para dokter, dan mendesak mereka untuk tidak mengambil tindakan mogok kolektif tersebut.
“Sangat disesalkan bahwa Organisasi Medis Korea mengambil langkah protes,” kata Cho.
“Kami mendesak staf medis untuk mendukung pasien, dan pemerintah akan terus membuka pintu untuk dialog,” tambahnya.
Sementara itu kata para pejabat, pemerintah telah mengeluarkan perintah kepada rumah sakit untuk menyerahkan catatan pekerjaan harian para dokter, dan berjanji akan mengambil tindakan tegas jika para dokter melakukan mogok kerja.
“(Perintah) dikeluarkan untuk mencegah kejadian di mana dokter, setelah menerima perintah kembali bekerja dari pemerintah, kembali ke rumah sakit, lalu pergi lagi untuk berpartisipasi dalam tindakan kolektif,” kata seorang pejabat kementerian kesehatan.
Hingga Jumat (16/2), Kementerian Kesehatan melaporkan bahwa 715 dokter magang dari 23 rumah sakit telah mengajukan surat pengunduran diri, meski sejauh ini belum ada satu pun permintaan yang dikabulkan.
“Jika dokter peserta pelatihan terlibat dalam tindakan kolektif, pemerintah akan mengambil tindakan yang diperlukan berdasarkan wewenang yang diberikan oleh undang-undang untuk melindungi masyarakat, serta kesehatan dan kehidupan mereka,” kata Cho.
Berdasarkan undang-undang kedokteran setempat, pemerintah mempunyai kewenangan untuk mencabut izin dokter jika mereka menerima hukuman pidana karena tidak mematuhi perintah untuk kembali bekerja.
Asosiasi Medis Korea, kelompok pelobi terbesar bagi para dokter, pada Sabtu (17/2) menyatakan akan mengambil langkah-langkah yang “tidak dapat ditoleransi”.
Mereka juga mengatakan akan mengundurkan diri tanpa batas waktu jika pemerintah terus mengancam para dokter magang dan warga yang menentang rencana tersebut.
Sementara itu, rumah sakit-rumah sakit besar mengeluarkan pengumuman bahwa jadwal operasi bagi pasien mungkin disesuaikan karena tindakan kolektif tersebut.
Mahasiswa dari 35 dari 40 fakultas kedokteran juga berkomitmen untuk mengajukan permohonan cuti ke universitas masing-masing pada Selasa (20/2), yang menunjukkan solidaritas mereka pada protes yang sedang dilancarkan para dokter.
Dalam jajak pendapat Gallup Korea yang menyurvei 1.002 orang minggu lalu, 76 persen responden menganggap positif kenaikan kuota sekolah kedokteran, dan hanya 16 persen yang memberikan pandangan negatif.