ERA.id - Produsen popok Jepang mengumumkan bahwa mereka akan berhenti memproduksi popok untuk bayi di negara tersebut. Sebagai gantinya, mereka akan fokus pada produksi popok untuk orang dewasa.
Oji Holdings sebuah perusahaan di Jepang mengambil langkah serius untuk tidak lagi memproduksi popok bayi di Jepang. Keputusan ini seiring dengan menurunya angka kelahiran di Jepang ke titik terendah pada tahun 2023, dengan jumlah kematian dua kali lebih banyak dibandingkan bayi baru lahir
“Permintaan popok bayi menurun karena sejumlah faktor, termasuk menurunnya angka kelahiran,” kata seorang juru bicara kepada AFP, Kamis (28/3/2024).
Perusahaan akan menyelesaikan produksi popok bayi dalam negeri pada bulan September mendatang. Jumlah produksi juga turun dari puncaknya pada tahun 2001 sekitar 700 juta per tahun menjadi 400 juta saat ini.
Pada tahun 2011, pembuat popok terbesar di Jepang, Unicharm, mengatakan penjualan popok dewasa telah melampaui penjualan popok bayi.
Sementara itu, pasar popok dewasa telah berkembang dan diperkirakan bernilai lebih dari 2 miliar USD. Jepang kini merupakan salah satu negara dengan populasi tertua di dunia kedua setelah Monaco, dengan hampir 30 persen dari mereka berusia 65 tahun ke atas. Tahun lalu, untuk pertama kalinya, proporsi penduduk berusia di atas 80 tahun melampaui 10.
Oji Holdings juga mengatakan akan terus memproduksi popok bayi di Malaysia dan Indonesia karena permintaannya diperkirakan akan meningkat.
Menyusutnya populasi penduduk, akibat penuaan dan menurunnya angka kelahiran, telah menjadi krisis bagi Jepang, salah satu negara dengan perekonomian terbesar di dunia. Namun upaya pemerintah Jepang untuk mengatasi tantangan-tantangan ini sejauh ini hanya menemui sedikit keberhasilan.
Peningkatan pengeluaran untuk program terkait anak dan subsidi yang menyasar pasangan muda atau orang tua tampaknya tidak meningkatkan angka kelahiran.
Para ahli mengatakan alasannya rumit, mulai dari rendahnya angka pernikahan dan semakin banyaknya perempuan yang memasuki dunia kerja, hingga meningkatnya biaya membesarkan anak.
“Jepang berada di ambang apakah kita dapat terus berfungsi sebagai masyarakat,” kata Perdana Menteri Fumio Kishida tahun lalu, seraya menambahkan bahwa ini adalah masalah “sekarang atau tidak sama sekali”.
Namun Jepang tidak sendirian. Tingkat kesuburan juga menurun di Hong Kong, Singapura, Taiwan, dan Korea Selatan, negara terakhir yang memiliki tingkat kelahiran terendah di dunia.
Tiongkok juga mengalami penurunan populasi selama dua tahun berturut-turut pada tahun 2023 dan, seperti Jepang, telah memperkenalkan berbagai insentif untuk meningkatkan angka kelahiran.
Namun populasi yang menua dan dampak dari kebijakan satu anak yang telah berlangsung selama beberapa dekade, yang berakhir pada tahun 2015, juga menciptakan tantangan demografis di Tiongkok.