ERA.id - China memberi ultimatum kepada pemimpin baru Taiwan William Lai Ching-te, yang akan dilantik minggu depan, untuk memilih antara perdamaian atau perang.
“Adalah perdamaian, bukan perang. Perkembangan, bukan pemunduran. Interaksi, bukan pemisahan, dan kerja sama, bukan konfrontasi yang mewakili sentimen masyarakat Taiwan,” kata Chen Binhua, juru bicara Kantor Urusan Taiwan Dewan Negara China, dikutip Antara, Rabu (15/5/2024).
Binhua mengatakan Lai harus memutuskan apakah akan mengindahkan aspirasi rakyat dan menempuh jalur pembangunan damai atau menyimpang dari opini publik.
Lai, terpilih pada Januari untuk menggantikan perempuan pertama yang menjadi pemimpin Taiwan, Tsai Ing-wen.
China membenci Partai Progresif Demokratik pimpinan Tsai, yang kehilangan mayoritas di dewan legislatif regional dari partai oposisi, Kuomintang.
Lai saat ini menjabat sebagai wakil Tsai dan disebut sebagai “separatis berbahaya” oleh Beijing karena kata-kata dan tindakannya yang dianggap sebagai kebijakan anti-Satu-China.
China menganggap Taiwan sebagai provinsi yang memisahkan diri, namun Taiwan bersikeras bahwa pihaknya sudah memiliki pemerintahan independen sejak 1949.
China menerbangkan 45 pesawat dan mengirimkan enam kapal angkatan laut di sekitar Taiwan pada Rabu, menurut kementerian pertahanan Taiwan.
Sekitar 26 pesawat di antaranya melintasi garis median di Selat Taiwan dan memasuki zona identifikasi pertahanan udara (ADIZ) utara dan barat daya kepulauan itu. Namun, Beijing tidak mengakui garis median maupun ADIZ.
Meskipun tidak ada hubungan diplomatik resmi dengan Taiwan, hubungan negara-negara Barat yang dipimpin oleh Amerika Serikat telah meningkat dalam beberapa tahun terakhir sehingga mengundang kritik tajam dari Beijing.