ERA.id - Otoritas Teknologi Informasi dan Komunikasi Turki memblokir akses Instagram di negaranya. Otoritas menyebut Instagram membuat standar ganda dengan memblokir konten soal kematian petinggi Hamas Ismail Haniyeh.
Wakil Menteri Transportasi dan Infrastruktur Omer Fatih Sayan mengatakan bahwa pihak Turki menuntut kepekaan dan keadilan di platform media sosial Instagram soal masalah di negara Barat, khususnya yang melibatkan kejahatan. Turki meminta platform itu bersikap adil dalam konflik yang terjadi di Timur Tengah.
"Kami ingin platform-platform ini menawarkan mekanisme konten yang aman, bersih, dan adil di Turki seperti yang mereka lakukan di negara-negara tempat mereka mematuhi aturan," kata Sayan, dikutip Anadoul, Sabtu (3/8/2024).
"Standar ganda yang diterapkan oleh penyedia layanan media sosial ini merupakan masalah global," tambahnya.
Turki sebelumnya meminta untuk membuka kantor perwakilan di negara tersebut untuk mencegah pelanggaran hak-hak rakyat. Namun platform media sosial menolak untuk datang dan tidak mengambil langkah-langkah yang diperlukan terhadap kejahatan tersebut.
"Kami katakan mari kita bangun internet yang lebih bersih bersama, biarkan negara kita menemukan lawan bicara, mereka melakukan pekerjaan yang sia-sia dengan beberapa kantor virtual, kita cegah semua tusuk-tikaman ini dengan amandemen hukum yang kita buat," imbuhnya.
Mengomentari keputusan tersebut, Menteri Transportasi dan Infrastruktur Abdulkadir Uraloglu mengatakan meskipun ada peringatan dari pejabat Turki, beberapa platform media sosial masih melanggar peraturan negara.
"Kami memperingatkan mereka, tetapi karena kami tidak menerima tanggapan, maka kami memberlakukan larangan akses," kata Uraloglu.
"Ketika mereka menemukan kekurangan ini, (hormati) kepekaan kami, dan bagian-bagian yang tidak mematuhi hukum kami, kami akan mengambil tindakan yang diperlukan dan mencabut larangan akses ini," sambungnya.
Pada tahun 2021, Turki memberlakukan undang-undang media sosial, yang mengharuskan platform media sosial untuk menanggapi permintaan hak pribadi dan privasi dalam waktu 48 jam. Permintaan ini untuk menunjukkan statistik permintaan tentang hak pribadi dan privasi, untuk menghapus konten ilegal dalam waktu 24 jam, dan untuk mengambil langkah-langkah yang diperlukan untuk menyimpan data pengguna yang berbasis di Turki di Turki.
Akan tetapi, platform media sosial masih berusaha mempertahankan pemahaman yang sama dengan menerbitkan atau tidak menerbitkan apa yang mereka inginkan.
"Kami tidak dan tidak akan menerima ini. Kami akan melakukan apa pun untuk menciptakan media sosial yang lebih bersih dan aman yang menghormati nilai-nilai kami dan bebas dari disinformasi," tegasnya.
Sebelumnya pada hari Kamis, Direktur Komunikasi Turki Fahrettin Altun mengkritik platform media sosial tersebut karena menyensor berita dan pesan belasungkawa atas kematian Ismail Haniyeh tanpa menyebutkan adanya pelanggaran kebijakan.
"Ini adalah penyensoran, murni dan sederhana," katanya dalam sebuah unggahan di X.
"Kami akan membela kebebasan berbicara terhadap platform-platform ini yang telah menunjukkan berkali-kali bahwa mereka terutama melayani sistem ketidakadilan global yang eksploitatif," tambahnya.