UNICEF Ajukan Rp256 Triliun Tangani Wabah Mpox di Afrika, Dikhususkan untuk Anak-Anak

| 23 Aug 2024 19:34
UNICEF Ajukan Rp256 Triliun Tangani Wabah Mpox di Afrika, Dikhususkan untuk Anak-Anak
UNICEF soal mpox (Freepik)

ERA.id - Dana Anak-Anak Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNICEF) mengajukan dana sebesar 16,5 juta dolar AS (Rp256 triliun) untuk mengatasi wabah mpox atau cacar monyet di Afrika.

Direktur regional badan PBB untuk Afrika Timur dan Selatan, Etleva Kadilli, mengatakan anak-anak dan masyarakat rentan berada di bawah ancaman mpox dan harus diselamatkan. Berbagai upaya pun juga harus segera dilakukan termasuk mendukung program-program kesejahteraan anak.

"Selain repons penyelamatan nyawa segera, upaya komunikasi risiko dan kolaborasi lintas batas, investasi dalam penguatan sistem kesehatan secara keseluruhan, kesinambungan layanan penting, dan fokus yang ditargetkan pada program-program yang mendukung kesejahteraan anak secara keseluruhan harus diprioritaskan," kata Etleva, dikutip Anadolu, Jumat (23/8/2024).

Berdasarkan data dari Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Afrika (Africa CDC), anak-anak dan remaja di bawah usia 20 tahun hampir 60 persen terdeteksi kasus mpox, dengan anak-anak di bawah usia 5 tahun mencapai 21 persen.

Di sisi lain, sebaran virus mpox dikonfirmasi di beberapa wilayah termasuk Burundi, Rwanda, Uganda, Kenya, dan Afrika Selatan. Burundi sejauh ini telah mengonfirmasi lebih dari 500 kasus mpox di sekitar 25 dari 49 distrik negara tersebut.

Varian baru virus mpox (klade Ib) telah terdeteksi di semua negara yang terkena dampak kecuali Afrika Selatan, menimbulkan kekhawatiran karena potensinya untuk penularan yang lebih luas di seluruh kelompok usia, terutama anak-anak.

UNICEF juga menyatakan kekhawatiran tentang dampak sekunder wabah mpox pada anak-anak dan remaja, dengan alasan stigma, diskriminasi dan gangguan pada sekolah dan pembelajaran.

Republik Demokratik Kongo tetap menjadi negara yang paling terdampak oleh epidemi tersebut, dengan hampir 18.000 kasus tercatat sejak awal tahun 2024, menurut data dari CDC Afrika.

Rekomendasi