Tak Terbukti Bersalah, Terpidana Hukuman Mati Terlama di Dunia Dibebaskan Pengadilan Jepang

| 27 Sep 2024 14:55
Tak Terbukti Bersalah, Terpidana Hukuman Mati Terlama di Dunia Dibebaskan Pengadilan Jepang
Iwao Hakamata bebas (Dok.Hakamata Defense Lawyers)

ERA.id - Pengadilan Jepang membebaskan terpidana mati terlama di dunia setelah lebih dari lima dekade mendekam di penjara. Pembebasan ini diberikan setelah pengadilan menemukan bukti yang dibuat-buat.

Mantan petinju profesional, Iwao Hakamata, dibebaskan oleh pengadilan Jepang dengan putusan bukti kasus pembunuhan bos dan keluarganya tahun 1966 dibuat-buat. Hakim Kunii Tsuneishi dari Pengadilan Distrik Shizuoka memutuskan pakaian bernoda darah yang digunakan untuk menghukum Hakamata ditanam lama setelah pembunuhan.

"Pengadilan tidak dapat menerima kenyataan bahwa noda darah akan tetap kemerahan jika telah direndam dalam miso selama lebih dari setahun. Noda darah tersebut diproses dan disembunyikan di dalam tangki oleh pihak berwenang yang menyelidiki setelah jangka waktu yang cukup lama sejak kejadian tersebut," kata Tsuneishi, dikutip NHK, Jumat (27/9/2024).

"Tuan Hakamata tidak dapat dianggap sebagai penjahat," tambahnya.

Kasus yang menjerat Hakamata berawal saat dirinya mengumumkan pensiun dari dunia tinju profesional pada 1961. Sejak saat itu, dia menadapt pekerjaan di sebuah pabrik pengolahan kedelai di Shizuoka, Jepang.

Hakamata ditangkap pada tahun 1966 atas tuduhan membunuh bosnya dan istri serta dua anak mereka. Dia menjalani pemeriksaan selama berhari-hari tanpa henti dan mengakui tuduhan terhadapnya.

Namun dia kemudian mengubah kesaksian itu dengan alasan polisi memaksa dirinya untuk mengaku dengan memukuli dan mengancamnya.

Pengadilan Jepang akhirnya menjatuhi hukuman mati kepada Hakamata berdasarkan keputusan dua dari tiga hakim di pengadilan. Satu dari hakim yang tidak setuju atas putusan itu kemudian mengundurkan diri dari jabatannya enam bulan kemudian.

Sejak saat itu Hakamata menghabiskan lebih dari separuh hidupnya dipenjara sambil menunggu hukuman mati terhadap dirinya.

Tetapi pada tahun 2014, Pengadilan Distrik Shizuoka memerintahkan pengadilan ulang lantaran bukti baru berupa tes DNA pada darah yang ditemukan di celana panjang tidak cocok dengan Hakamata dan para korban.

Sejak saat itu pengadilan memutuskan untuk membebaskan Hakamata yang juga dikuatkan oleh usia dan kondisi mentalnya sambil menunggu hari persidangannya.

Pengadilan Tinggi Tokyo awalnya membatalkan permintaan pengadilan ulang karena alasan yang tidak diketahui, tetapi pada tahun 2023 setuju untuk memberi Hakamata kesempatan kedua berdasarkan perintah dari Mahkamah Agung Jepang.

Di sisi lain, pengacara Hakamada, Hideyo Ogawa, mengatakan bahwa dari hasil putusan itu, jaksa tidak bisa lagi mengadili Hakamada atas kasus tersebut.

"Pengadilan dengan jelas mengatakan bukti penting ini telah direkayasa, jadi sekarang jaksa tidak lagi memiliki cara untuk membuktikan putusan itu. Saya yakin putusan ini akan mengakhiri pertempuran," ujar Ogawa.

Pengadilan ulang jarang terjadi di Jepang, di mana 99 persen kasus berakhir dengan hukuman. Jepang adalah satu-satunya negara G7 di luar Amerika Serikat yang mempertahankan hukuman mati, meskipun tidak melakukan eksekusi apa pun pada tahun 2023, menurut Pusat Informasi Hukuman Mati.

Rekomendasi