ERA.id - China secara terang-terangan mengecam praktik perdagangan AS sebagai intimidasi dan pemerasan.
Dalam pidatonya yang berapi-api di PBB, duta besar China untuk PBB Fu Cong menekankan tindakan AS soal tarif dagang itu mengancam perdamaian dan stabilitas dunia.
"Unilateralisme sedang meningkat, dan praktik intimidasi merajalela secara terang-terangan menantang tatanan internasional yang didukung oleh hukum internasional (dan) mengancam perdamaian dan stabilitas dunia," kata Fu Cong, dikutip Reuters, Kamis (24/4/2025).
Utusan itu secara langsung mengarahkan sasarannya ke Amerika Serikat, dengan mengatakan bahwa pemerintah yang dipimpin oleh Donald Trump sangat mengganggu tatanan ekonomi global. Apalagi di bawah tangan Trump, AS mengenakan tarif kejutan pada mitra dagangnya.
"Dengan kedok 'timbal balik' dan 'keadilan', AS memainkan permainan zero-sum, yang pada dasarnya adalah tentang menumbangkan tatanan ekonomi dan perdagangan internasional yang ada melalui tarifnya dan memajukan kepentingan hegemoniknya sendiri," tegasnya.
Fu lantas mempertanyakan aksi dunia tentang respons tarif dagang tersebut dengan menyinggu hukum internasional dan norma-norma dasar hubungan internasional. Baginya, tindakan Trump hanyalah hukum rimba yang memangsa yang lemah.
"Haruskah kita mematuhi hukum internasional dan norma-norma dasar yang mengatur hubungan internasional, atau haruskah kita kembali ke hukum rimba, di mana yang kuat memangsa yang lemah?" tuturnya.
Memperingatkan terhadap penyebaran unilateralisme yang tidak terkendali, utusan tersebut mengatakan pengenaan tarif tinggi sama saja dengan memutar balik roda sejarah.
"Segala bentuk tekanan maksimum, ancaman, atau pemerasan bukanlah cara yang tepat untuk terlibat dengan China," tambah Fu.
China diketahui mengenakan tarif balasan kepada AS sebesar 125 persen untuk barang-barang impor. Tarif balasan itu dikeluarkan setelah AS menetapkan pajak 145 persen atas barang-barang China.