Toko Ganja Thailand Mulai Resah Soal Aturan Baru Penjualan, Tarancam Rugi

| 27 Jun 2025 07:30
Toko Ganja Thailand Mulai Resah Soal Aturan Baru Penjualan, Tarancam Rugi
Ilustrasi ganja (freepik/jcomp)

ERA.id - Pemilik dan aktivis toko ganja Thailand mengecam rencana pemerintah yang akan memperketat aturan penjualan obat. Mereka merasa rugi dengan aturan tersebut.

Thanatat Chotiwong, seorang aktivis ganja dan pemilik toko yang sudah lama berkecimpung, mengatakan bahwa kebijakan itu tidak adil. Apalagi aturan itu dibuat secara tiba-tiba dengan mengubah peraturan di sektor yang sekarang sudah mapan.

"Ini adalah industri yang sudah berkembang pesat - bukan hanya petani yang menjual bunga. Ada pemasok lampu, kru konstruksi, petani, pengembang tanah dan pupuk, serta R&D yang serius," katanya kepada AFP, Jumat (27/6/2025).

Lalu, kata Thanatat, rata-rata para penjual sudah berinvestasi dengan nilai yang tidak sedikit. Namun kemudian pemerintah justru mengacaukan segalanya.

"Beberapa dari kami telah menginvestasikan puluhan juta baht di rumah kaca dan infrastruktur. Lalu tiba-tiba, pemerintah turun tangan untuk menutup semuanya," tegasnya.

Thanatat mendesak pemerintah untuk menerapkan perpajakan dan regulasi yang tepat. Hal ini guna pendapatan ini dapat dikembalikan ke masyarakat dengan cara yang berarti.

Diketahui pemerintah Thailand mengeluarkan regulasi baru tentang aturan penjualan ganja dengan mewajibkan persetujuan dokter. Kebijakan ini dikeluarkan setelah tiga tahun Thailand menjadi negara pertama di Asia Tenggara yang mendekriminalisasi obat tersebut ketika menghapus ganja dari daftar narkotika terlarang pada Juni 2022.

Aturan ini dibentuk dengan tujuan untuk mengizinkan penjualan sebagai penggunaan medis daripada rekreasi. Sayangnya langkah itu menyebabkan ratusan apotek ganja bermunculan di seluruh negeri, khususnya di Bangkok.

"Ini akan berjalan seperti ini: pelanggan datang, katakan gejala apa yang mereka alami, dan dokter memutuskan berapa gram ganja yang tepat dan jenis ganja yang akan diresepkan," kata Kajkanit Sakdisubha, pemilik toko ganja The Dispensary di Bangkok.

"Pilihan tidak lagi bergantung pada pelanggan - tidak seperti pergi ke restoran dan memilih hidangan favorit dari menu lagi," sambungnya.

Ia juga memperingatkan bahwa banyak toko yang bermunculan sejak dekriminalisasi tidak akan mampu beradaptasi dengan perubahan.

"Kenyataannya, jumlah dokter yang tersedia terlalu sedikit. Saya yakin banyak pengusaha tahu peraturan akan diberlakukan, tetapi tidak ada yang tahu kapan," katanya.

Meskipun pelonggaran tersebut terbukti populer di kalangan beberapa wisatawan, ada kekhawatiran bahwa perdagangan tersebut kurang diatur.

The Dispensary memutuskan untuk menghentikan penjualan ganja sementara waktu sebagai tindakan pencegahan.

"Pelanggan sendiri tidak yakin apakah yang mereka lakukan legal. Saya telah menerima banyak telepon," kata Poramat Jaikla, penjual utama atau budtender.

Menteri Kesehatan Somsak Thepsuthin diketahui menandatangani perintah pada Selasa malam yang mewajibkan dokter di tempat untuk menyetujui penjualan karena alasan medis.

Aturan tersebut hanya akan berlaku setelah dipublikasikan dalam Lembaran Negara Kerajaan. Tidak jelas kapan ini akan terjadi.

Pemerintah telah membuat beberapa pengumuman sebelumnya tentang rencana untuk membatasi ganja, termasuk undang-undang yang diajukan pada Februari tahun lalu, tetapi tidak ada yang membuahkan hasil.

Peraturan baru tersebut berarti ganja hanya dapat dijual kepada pelanggan untuk alasan medis, di bawah pengawasan profesional berlisensi seperti dokter medis, dokter pengobatan tradisional Thailand, tabib tradisional, atau dokter gigi.

Langkah terkait ganja ini dilakukan saat pemerintahan yang dipimpin oleh partai Pheu Thai pimpinan Perdana Menteri Paetongtarn Shinawatra berada di ujung tanduk setelah kehilangan mitra koalisi utamanya, Bhumjaithai.

Meskipun konservatif, partai Bhumjaithai telah lama mendukung undang-undang yang lebih liberal tentang ganja.

Partai tersebut keluar dari koalisi bulan ini setelah terjadi pertikaian mengenai panggilan telepon yang bocor antara Paetongtarn dan mantan pemimpin Kamboja Hun Sen.

Rekomendasi