ERA.id - Teheran mencemooh Washington setelah mayoritas Dewan Keamanan PBB menolak memperpanjang sanksi embargo atas Iran, yang akan berakhir pada 18 Oktober 2020. Teheran menyebut AS saat ini begitu "dikucilkan".
Dalam pengambilan suara Dewan Keamanan (DK) PBB Jumat, (14/8/2020), Amerika Serikat hanya mendapat dukungan dari Republik Dominikan ketika mengusulkan untuk memperpanjang "dalam waktu yang tak ditentukan" sanksi embargo terhadap Republik Islam Iran. AS setidaknya perlu 9 suara, dari 15 anggota DK PBB, jika ingin argumennya disetujui.
Sebelas negara anggota DK PBB, termasuk Indonesia, memilih abstain atau tidak memberikan pilihan.
"Selama 75 tahun sejarah PBB, tak pernah Amerika Serikat begitu dijauhi seperti ini," kata juru bicara Kementerian Luar Negeri Iran Abbas Mousavi dalam sebuah cuitan di Twitter.
Embargo atas perdagangan senjata dengan Iran akan berakhir pada 18 Oktober 2020 seperti dituliskan dalam sebuah resolusi yang melingkupi perjanjian nuklir tahun 2015 antara Teheran dan sejumlah negara maju.
Proud that 18 yrs ago today, National Council of Resistance of Iran revealed nuclear sites in Natanz & Arak which triggered the IAEA inspections & led to 6 UN Security Council Resolutions & sanctions on the regime. NCRI's patriotic act contributed to world peace. @realDonaldTrump pic.twitter.com/wAI5fFOOsv
— Alireza Jafarzadeh (@A_Jafarzadeh) August 14, 2020
Juru bicara permanen Iran untuk PBB Majid Takht-Ravanchi berkomentar bahwa keputusan DK PBB Jumat lalu menyimpan pesan "unilateralisme (kesepihakan) tidak mendapatkan dukungan."
"AS harus belajar dari peristiwa memalukan ini. Aksi untuk memutar balik keputusan sifatnya ilegal dan ditolak oleh komunitas internasional, seperti tercermin hari ini," kata dia.
Situasi sempat memanas sebelum sidang DK PBB Jumat lalu ketika AS meminta embargo Iran diperpanjang. Iran pun mengancam akan ada "konsekuensi" jika DK PBB menyetujui permintaan Amerika Serikat.
Tak heran jika Iran melihat keputusan DK PBB Jumat lalu sebagai sebuah kemenangan atas AS, yang di bawah Presiden Trump keluar dari perjanjian nuklir pada tahun 2018.