ERA.id - Pemerintah Inggris ingin agar "semua warga migran dan kaum non-suaka" yang masuk ke teritorinya tanpa dokumen resmi, dipulangkan ke negara-negara Uni Eropa tempat mereka pertama kali menjejakkan kaki di daratan Eropa. Namun, permintaan yang tercantum di sebuah pakta menyangkut episode Brexit ini ditolak oleh para diplomat Uni Eropa di Brussel, seperti dilansir oleh The Guardian, Kamis (20/8/2020).
Pakta tersebut dianggap oleh Uni Eropa (UE) sebagai "tidak adil" karena negara-negara di kawasan Eropa Selatan menerima pengungsi 10 kali lebih banyak daripada negara-negara di tepi Utara-Barat seperti Inggris.
Rata-rata pengungsi, yang menyelamatkan diri dari perang dan kemiskinan di Timur Tengah dan Afrika, datang dengan perahu. Lebih dari 4.100 orang telah menyeberang Sungai Channel menggunakan perahu-perahu kecil sepanjang tahun ini, seperti dilansir The Guardian.
Why are increasing numbers of asylum-seekers crossing the channel?
Asylum-seekers are more likely to resort to desperate measures to reach the UK when the legal routes to protection – such as resettlement and family reunion – are limited. (1/8) pic.twitter.com/2dnjrlVx6f
— UNHCR United Kingdom (@UNHCRUK) August 12, 2020
Sementara itu 39.283 pengungsi menyeberang laut Mediterania menuju Italia, Yunani, Spanyol, Siprus, dan Malta.
Puncak migrasi pernah terjadi pada tahun 2015, yaitu ketika lebih dari sejuta pengungsi tiba di Eropa melalui pantai-pantai di area selatan Eropa.
Ditolaknya pakta pemulangan pengungsi ke negara Uni Eropa dinilai Kementerian Dalam Negeri Inggris sebagai bentuk kakunya regulasi.
"Regulasi Dublin III sangatlah kaku, tidak fleksibel, dan disalahgunakan oleh para pengungsi dan aktivis untuk memperumit kepulangan mereka yang tidak berada di sini (Inggris," kata juru biacara Kemendagri Inggris.
Meski Inggris terikat dengan perjanjian Dublin hanya sampai akhir masa transisi Brexit, yaitu 31 Desember 2020, jubir Kemendagri tersebut yakin Inggris akan mampu bernegosiasi secara bilateral untuk mengatur kepulangan para pengungsi mulai akhir tahun ini.
"Kami menilai [proposal] ini terlihat pilih-pilih atas sistem yang berlaku di Uni Eropa," kata seorang diplomat Uni Eropa. Seorang pejabat UE juga melihat proposal Inggris tersebut "sulit diwujudkan" dan "tidak menawarkan nilai lebih."
Selama Agustus ini para diplomat Inggris sedang menggarap perjanjian baru dengan sejawatnya di Prancis yang bertujuan mencegah para pengungsi menyeberang Sungai Channel, yang lebar maksimalnya mencapai 240 kilometer, menggunakan perahu kecil.
Last night we protested outside the Home Office to demand safe passage for people making the crossing over the Channel, and lit candles in a vigil for the Sudanese boy who died.
Remember the dead and fight like hell for the living. No one is illegal. #RefugeesWelcome pic.twitter.com/3Y1RPZNi4g
— Revolutionary Socialism in the 21st Century – rs21 (@revsoc21) August 20, 2020
Baru-baru ini seorang remaja Sudan ditemukan tewas saat berusaha menyeberang Sungai Channel menggunakan perahu pompa angin.
Data Kemendagri Inggris menunjukkan bahwa negara itu pada 2018 mengirim 209 pengungsi kembali ke Eropa, sementara ia menerima 1.215 pengungsi dari Eropa. Setahun kemudian tercatat bahwa Inggris menerima 44.250 permohonan suaka. Angka ini terbilang lebih rendah dibandingkan Jerman yang menerima 142.450 permintaan suaka, Prancis 119.915, dan Yunani 74.905.