ERA.id - Untuk pertama kalinya dalam sejarah demonstrasi di Thailand, seorang perwakilan protestan menyampaikan secara langsung ke konsul Maha Raja Vajiralongkorn bahwa monarki di Thailand harus direformasi, Minggu (20/9/2020).
Mengkritik keluarga kerajaan dianggap tabu di Thailand dan bisa berakibat hukuman 15 tahun penjara. Namun, pada hari Minggu, ribuan mahasiswa berhasil memaksa komisioner polisi Thailand untuk menerima amplop berisi desakan mereka, yang salah satunya adalah membatasi kekuasaan dan kekayaan keluarga ningrat Thailand.
"Kemenangan terbesar dalm momen ini adalah ketika warga biasa seperti kami bisa memberikan surat ke elit monarki," kata Parit Chiwarak, salah satu pemimpin demonstrasi ke massa yang hadir.
Sebelum 'menggeruduk' rumah resmi Maha Raja Vajiralongkorn, para demonstran berkumpul di kawasan Sanam Luang dan meletakkan plakat dengan tulisan berbunyi, "Negara ini milik para warga dan bukanlah milik penguasa monarki seperti yang selama ini mereka katakan ke kita."
Semenjak diangkat menjadi raja pada thaun 2016, menggantikan ayahnya Raja Bhumibol Adulyadej, Maha Raja Vajiralongkorn berusaha memperkuat otoritasnya dan meraup sebesar mungkin kekayaan kerajaan. Ia juga dikritik karena lebih banyak menghabiskan waktunya di Jerman, bukan di negaranya sendiri.
Pada demonstrasi Minggu lalu desakan untuk 'mempermiskin' keluarga kerajaan pun mengemuka. Seperti dilaporkan The Guardian, Parit Chiwarak juga mendorong warga Thailand untuk mengambil uang yang mereka simpan di Siam Commercial Bank (SCB), yang saham terbesarnya dimiliki oleh Maha Raja Vajiralongkorn. "Tarik seluruh uangmu dan bakar buku tabunganmu," kata Parit.
Ia juga mendorong aksi mogok besar-besaran pada 14 Oktober nanti, merayakan peristiwa demonstrasi mahasiswa pada tahun 1973.
Perdana Menteri Prayuth Chan-ocha, yang mengepalai pemerintahan Thailand lewat kudeta militer tahun 2014, mengatakan akan mempertimbangkan permintaan para pengunjuk rasa, termasuk soal mereformasi konstitusi, yang telah ditulis oleh rezim militer Thailand. Namun, para demonstran sendiri meminta agar PM Prayuth mengundurkan diri dan parlemen dibubarkan.
Pada Minggu, juru bicara pemerintahan Thailand juga mengatakan bahwa sang perdana menteri berterima kasih pada polisi dan peserta demonstrasi karena telah menjaga unjuk rasa dalam suasana damai.
Dari sudut pandang pengamat hubungan internasional, Dr Paul Chambers, gelombang protes di Thailand belakangan ini melampaui apa yang telah terjadi selama ini.
"Rangkaian demonstrasi itu dengan mudah bisa mengarah pada jatuhnya pemerintahan Prayuth meski di saat yang sama bisa pula berakibat pada makin represifnya tekanan militer. Saat ini strategi yang dijalankan oleh pemerintah adalah menunggu hingga demonstrasi surut," katanya.