3 Poin Penting Debat Pilpres AS Antara Trump vs Biden

| 30 Sep 2020 12:18
3 Poin Penting Debat Pilpres AS Antara Trump vs Biden
Debat pertama antara capres Donald Trump dan Joe Biden terjadi di Delaware, Selasa (29/9/2020) waktu AS. (Mirror Politics)

ERA.id - Presiden Donald Trump dan Wakil Presiden Joe Biden saling menginterupsi satu sama lain dalam debat pertama pemilihan presiden Amerika 2020, Senin (29/9/2020) waktu Amerika Serikat, atau Selasa, WIB.

Mereka mendebat pernyataan lawan mereka dalam isu-isu mulai dari pengangkatan hakim agung, asuransi kesehatan, hingga model ekonomi hijau yang digadang-gadang American Action Forum akan memakan biaya hingga Rp757 ribu triliun.

Debat ini juga menjadi yang pertama kalinya, sejak berbulan-bulan terakhir, Trump dan Biden berada satu panggung. Di Delaware, AS, ini mereka mulai berdebat pada pukul 7 malam waktu AS.

Debat sendiri dipandu oleh Chris Wallace, pembawa berita Fox News, yang membagi debat ke dalam 7 segmen.

Berikut 3 hal yang bisa didapat dari debat pertama antara Donald Trump dan Joe Biden, menurut Era.id.

1. Biden Tuduh Trump Tak Siap Soal Asuransi Kesehatan

Potensi diangkatnya Amy Coney Barrett sebagai hakim agung AS, menggantikan Ruth Bader Ginsburg yang wafat awal bulan lalu, ditengarai bakal memuluskan upaya partai Republik menahan progres dari program Affordable Care Act (ACA), yaitu asuransi untuk warga As.

Trump, didukung Partai Republik, menganggap bahwa asuransi kesehatan yang dibiayai negara seperti ACA harus dicabut karena akan "mematikan industri asuransi swasta".

Debat pilpres AS
Debat antara Donald Trump dan Joe Biden, Selasa (29/9/2020) waktu AS. (Foto: TV9Gujarati)

Biden membantah bahwa program ACA akan mematikan industri asuransi swasta. Ia berkata bahwa paket kesehatan tersebut didesain bagi warga AS berpenghasilan rendah yang tak mampu membeli produk asuransi swasta berharga tinggi.

Biden menutup argumennya dengan mengatakan bahwa Trump, setelah tiga tahun menjadi presiden, justru tak mampu memunculkan program alternatif dari ACA, atau disebut "Obamacare".

Trump sendir pada 13 September lalu menandatangani surat perintah yang isinya menurunkan harga-harga obat yang dijual di AS, satu keputusan yang diprotes oleh banyak perusahaan farmasi. Langkah ini juga dianggap politis karena diambil beberapa saat sebelum pemilihan presiden.

2. Trump Bantah Pernah Mengemplang Pajak

Ketika dikonfirmasi oleh Wallace mengenai informasi bahwa ia hanya bayar pajak 750 dolar AS pada tahun 2016 dan 2017, Trump membantah hal tersebut. "Saya bayar jutaan dolar untuk pajak saya," kata Trump.

Sebelumnya, koran the New York Times merilis hasil investigasi atas pembayaran pajak Trump dari tahun 2000. Di situ ditemukan bahwa Trump membayar 0 dolar AS selama 10 tahun. Pada tahun 2016 dan 2017 ia juga hanya membayar 750 dolar AS (Rp11,1 juta) untuk pajak. Padahal, ia dikabarkan mampu membayar biaya 70 ribu dolar AS (Rp1,04 miliar) untuk perawatan rambut di sebuah acara televisi.

Isu perpajakan mengemuka dalam topik ekonomi Amerika Serikat yang terpuruk karena pandemi virus korona. Biden menyatakan bahwa resesi AS di tahun 2020 diakibatkan oleh Presiden Trump yang tidak lebih dulu menyelesaikan masalah di sektor kesehatan.

3. Sikap Biden dan Trump Abu-Abu Soal Kericuhan Massa

Perkembangan isu kekerasan oleh polisi, dan juga rasisme, membuncah selama musim panas lalu. Peristiwa terbunuhnya George Floyd dan banyak warga kulit hitam lainnya mendorong warga AS untuk turun ke jalan. Protes Black Lives Matter di sejumlah kota berubah dari aksi damain menjadi diwarnai pembakaran gedung, penjarahan, dan aksi kekerasan.

Polisi bersiap menghalau massa demonstran
Polisi bersiap menghalau massa demonstran di Amerika Serikat.

Meski mengaku tidak membenarkan aksi kekerasan, Joe Biden tidak bisa tegas menjawab mengapa ia tidak mendorong walikota atau gubernur dari Partai Demokrat untuk bersikap lebih tegas pada demonstran yang ricuh. Biden juga mengambil posisi yang tidak populer dengan tidak mendukung pemangkasan anggaran kepolisian.

Sementara itu, Donald Trump, yang cukup populer di kalangan milisi kulit putih, tak mampu berbicara ketika harus meminta, secara live, agar kelompok milisi sipil bersenjata itu menghindari benturan sipil selama pemilihan presiden nanti. Alih-alih membuat pernyataan yang menenangkan, ia justru menunjukkan kecurigaannya pada kaum Antifa, yang ia anggap merupakan kaum sosialis pencipta keonaran.

Rekomendasi