ERA.id - Iran bersedia kooperatif lagi dalam hal persetujuan nuklir bila Amerika Serikat melakukan hal yang sama, demikian disampaikan Presiden Hassan Rouhani, awal pekan ini.
Pernyataan Rouhani pada Senin, (15/12/2020), menunjukkan determinasi sang presiden untuk menyudahi sanksi Amerika Serikat yang menyebabkan kelumpuhan dalam ekonomi Iran. Pernyataan itu juga ia ucapkan dua hari sebelum rapat bersama antara negara-negara yang menyetujui kesepakatan nuklir tersebut.
Dalam pernyataan itu, Rouhani juga menjelaskan bahwa ia tidak berniat melakukan perubahan apapun atas isi kesepakatan, juga atas batasan lain mengenai program misil balistik Iran.
Rapat hari Rabu juga menjadi kesempatan pertama antara Iran dan negara-negara Eropa yang menandatangani kesepakatan, yaitu Prancis, Jerman, dan Inggris, untuk merencanakan pintu masuk bagi kembalinya AS ke kesepakatan tersebut, kelak ketika Washington dipimpin oleh Joe Biden.
Namun, Senin lalu, Iran kembali mendapat tekanan dari AS karena dituduh menyebabkan kematian dari agen Badan Investigasi Federal (FBI) Robert Levinson, yang hilang di Pulau Kish, Iran, pada tahun 2007.
"Pejabat senior Iran menyetujui penculikan dan penahanan Levinson, lalu melakukan kampanye disinformasi agar rezim penguasa setempat terhindar dari tuduhan," kata Sekretaris Kabinet AS Mike Pompeo dalam sebuah pernyataan. Lewat pernyataan itu, AS juga mengumumkan sanksi terhadap dua agen intelijen Iran yang dianggap bertanggungjawab atas penculikan Levinson.
Uni Eropa dan AS hingga saat ini masih belum menemukan titik temu menuju kesepahaman antara Iran dan dunia Barat. Sejauh ini, Presiden-terpilih Biden mengatakan ia pertama-tama akan berfokus untuk menghapus sejumlah sanksi terhadap Iran. Berdasarkan laporan The Guardian, AS akan kembali ke Kesepakatan Nuklir Iran (JCPAA) bila Iran mampu memenuhi kewajibannya dalam meminimalisasi program nuklir.
Ellie Geranmayeh, pakar kebijakan senior di Dewan Eropa, menyatakan bahwa situasi antara Iran dan dunia Barat saat ini membuktikan isu HAM akan menjadi faktor penting yang mempengaruhi hubungan kedua pihak.
Uni Eropa masih tidak setuju ketika Iran mengeksekusi mati Ruhollah Zam, seorang jurnalis dan blogger asal Iran. Eksekusi itu bahkan sempat menunda terjadinya konferensi ekonomi antara Eropa dan Iran. Empat diplomat Uni Eropa yang berada di Teheran batal ikut serta dalam konferensi sebagai bentuk protes mereka terhadap 'aksi barbar' eksekusi terhadap Zam.
Iran sendiri, seperti dilaporkan The Guardian, tidak menganggap Zam sebagai jurnalis, namun, sebagai provokator unjuk rasa di tahun 2017.
Agen berita yang dekat dengan Garda Revolusioner Iran mengatakan pekan lalu bahwa Zam sebelumnya ditangkap di Irak lalu dibawa ke Iran untuk dieksekusi.