Inggris Ditantang Eks PM: Pilih Reformasi atau Jadi Negara Gagal

| 25 Jan 2021 20:38
Inggris Ditantang Eks PM: Pilih Reformasi atau Jadi Negara Gagal
Beberapa bendera kebangsaan Inggris berkibar di Trafalgar Square, London, Inggris. (Foto: Paul Fiedler/Unsplash)

ERA.id - Inggris, jika tidak direformasi secara fundamental, bisa dengan cepat menjadi negara gagal karena banyak orang kehilangan kepercayaan pada cara pemerintah mengatur negara, kata mantan Perdana Menteri Inggris Gordon Brown.

Brown menilai Inggris telah dikelola dengan cara yang berfokus pada kepentingan kaum elite London.

"Saya yakin pilihannya untuk Inggris sekarang adalah antara menjadi negara yang direformasi atau negara yang gagal. Memang Skotlandia adalah titik di mana ketidakpuasan begitu dalam sehingga menjadi ancaman bagi berakhirnya Inggris Raya," tulis Brown di surat kabar Daily Telegraph.

"Orang sering mengulang pertanyaan, 'Siapa di London yang memikirkan hal itu?' Ini mencerminkan rasa frustrasi orang-orang di komunitas terpencil yang merasa bahwa mereka adalah orang-orang yang terlupakan, yang hampir tidak terlihat oleh Whitehall (pemerintah Inggris)," tulis Brown.

Mewakili Partai Buruh, Brown menjabat sebagai perdana Menteri Inggris pada periode 2007 hingga 2010.

Istilah 'Whitehall' tidak hanya mengacu pada situs bekas Istana Whitehall, tetapi juga pada lembaga birokrasi pemerintah Inggris secara umum.

Krisis pemisahan Inggris dari Uni Eropa, dinamai 'Brexit', yang berlangsung selama lima tahun, ditambah krisis COVID-19, telah melemahkan hubungan yang mengikat Inggris, Wales, Skotlandia, dan Irlandia Utara menjadi ekonomi dengan nilai ekonomi tiga triliun dolar AS.

Brown mengatakan Perdana Menteri Boris Johnson harus mereformasi cara pemerintahan Inggris.

"Terpukul oleh COVID-19, terancam oleh nasionalisme, dan tidak pasti hal menjanjikan apa yang didapat dari Inggris Raya yang bersifat global pasca-Brexit, Inggris harus segera menemukan kembali apa yang menyatukannya dan menyingkirkan apa yang membuat kita terpisah," tulis Brown.

Tags : inggris Brexit
Rekomendasi