ERA.id - Baik pemerintah lokal Aceh maupun organisasi PBB tak bisa memastikan kemana perginya ratusan pengungsi Rohingya dari kamp pengungsi di Aceh. Diduga para pengungsi tersebut diselundupkan ke Malaysia, lapor Al Jazeera, Kamis (28/1/2021), mengutip pejabat setempat dan sejumlah sumber lainnya.
Per laporan Al Jazeera, hanya tinggal 112 pengungsi, dari semula hampir 400 orang, yang masih berada di kamp pengungsi Lhokseumawe. Para pengungsi sampai ke tempat tersebut antara bulan Juni hingga September 2020.
Pemerintah Aceh dan PBB menyatakan sama-sama tidak bisa melacak keberadaan pengungsi yang pergi dari kamp. Mereka adalah orang-orang asal Myanmar yang umumnya meminta tolong penyelundup agar bisa dibawa ke Malaysia dengan menyeberangi Selat Malaka.
"Kami tak tahu ke mana perginya mereka," kata Ridwan Jalil, kepala satuan tugas Rohingya di Lhokseumawe, Kamis. "Namun, mereka pasti akan kabur bila menemukan celah, karena itulah yang ingin mereka capai."
Belakangan, 18 warga etnis Rohingya dari kamp Lhokseumawe dan puluhan penyelundup telah ditangkap polisi beberapa kilometer dari kota Medan. Mereka ditangkap di lokasi yang populer digunakan untuk menyeberang ke Malaysia secara ilegal, seperti disampaikan pemerintah setempat.
Aksi kabur ke negara tetangga seperti ini kurang disarankan, demikian dikatakan oleh agen pengungsi PBB (UNHCR), mengingat tingginya risiko perjalanan mereka.
"Namun, mereka tetap saja pergi meski kami terus berusaha mengingatkan soal bahaya dan risiko yang bisa mereka hadapi, apalagi ketika mereka menggunakan jasa para penyelundup," kata juru bicara UNHCR Mitra Suryono.
"Namun, kita harus mengingat bahwa kerabat mereka terpisah-pisah, misalnya di Malaysia. Itu menjadi satu alasan kenapa mereka tetap melanjutkan perjalanan."
Organisasi HAM telah mengritik pemerintah Indonesia yang mengurangi level pengamanan di tempat pengungsian Rohingya. Usman Hamid, direktur Amnesty International Indonesia mengatakan bahwa meski Indonesia bukan penandatangan konvensi untuk para pengungsi, kelenaan pemerintah Indonesia merupakan bentuk pelanggaran pemerintah atas kewajiban melindungi warga pengungsi tersebut.