Didukung Kedua Faksi Politik, Biden Ancam Jatuhi Sanksi ke Myanmar

| 02 Feb 2021 08:40
Didukung Kedua Faksi Politik, Biden Ancam Jatuhi Sanksi ke Myanmar
Presiden AS Joe Biden berbicara tentang perjuangan untuk mengatasi pandemi COVID-19, di depan potret Abraham Lincoln di Gedung Putih di Washington, AS (26/1/2021). (ANTARA FOTO/REUTERS / Kevin Lamarque/aww)

ERA.id - Presiden Amerika Serikat Joe Biden pada Senin, (1/2/2021), mengancam menerapkan lagi sanksi terhadap Myanmar menyusul kudeta oleh para pemimpin militer negara itu. Ia juga menyerukan agar dunia internasional membuat tanggapan bersama guna mendesak pelepasan kekuasaan oleh militer.

Melansir ANTARA, Biden mengutuk militer yang mengambil alih kekuasaan pemerintahan yang dipimpin sipil pada Senin dan mengutuk penahanan pemimpin terpilih dan peraih Nobel Aung San Suu Kyi sebagai "serangan langsung terhadap peralihan negara menuju demokrasi dan kekuasaan berdasar hukum."

Krisis Myanmar merupakan ujian besar pertama atas janji Biden untuk lebih banyak berkolaborasi dengan sekutu mengatasi tantangan internasional, terutama pada pengaruh China yang meningkat, bertolak belakang dengan pendekatan "America First" yang sering dilakukan sendiri oleh mantan Presiden Donald Trump.

Kecaman Biden ini menandai kesepahaman antara politisi Demokrat dan Republik. Faksi politik dari kedua kubu bergabung dalam mengecam kudeta dan mendesak militer Myanmar menghadapi konsekuensi.

"Komunitas internasional harus bersatu dalam satu suara untuk menekan militer Burma agar segera melepaskan kekuasaan yang mereka rebut, membebaskan para aktivis dan pejabat yang mereka tangkap," kata Biden dalam sebuah pernyataan.

"Amerika Serikat mencabut sanksi terhadap Burma selama dekade terakhir berdasarkan kemajuan menuju demokrasi. Pembalikan kemajuan itu akan membutuhkan tinjauan segera atas undang-undang dan otoritas sanksi kami, diikuti dengan tindakan yang tepat," katanya.

Biden juga meminta militer di Myanmar, negara yang juga dikenal sebagai Burma, untuk mencabut semua pembatasan telekomunikasi dan menahan diri dari kekerasan terhadap warga sipil.

Dia mengatakan Amerika Serikat "memperhatikan mereka yang berdiri bersama rakyat Burma di saat yang sulit ini."

"Kami akan bekerja dengan mitra kami di seluruh kawasan dan dunia untuk mendukung pemulihan demokrasi dan pemerintahan berdasar hukum, serta meminta pertanggungjawaban mereka yang membatalkan transisi demokrasi Burma," katanya.

Partai Liga Nasional untuk Demokrasi Suu Kyi menang telak 83 persen dalam pemilihan 8 November. Tentara mengatakan dalam mengambil alih pada Senin dini hari bahwa pihaknya telah menanggapi apa yang disebut penipuan pemilu.

Rekomendasi