ERA.id - Junta militer Myanmar menyatakan larangan penggunaan antena satelit, mengancam bakal memenjara siapapun yang kedapatan memasang antena tersebut, seperti diberitakan The Guardian, (5/5/2021).
Aturan baru ini tampak sebagai upaya penyempitan akses warga terhadap media-media independen.
Koran Global New Light of Myanmar pada Rabu, (4/5/2021) mengabarkan bahwa kantor-kantor berita ilegal memakai satelit parabola ilegal untuk menyiarkan program yang "mengancam keamanan negara, penegakan hukum, dan ketentraman komunitas".
Koran yang dikontrol militer Myanmar itu juga memberitahu bawa siapapun yang ketahuan memasang antena satelit bakal dipenjara selama satu tahun atau denda 500.000 kyat, atau setara Rp4,7 juta.
Pihak militer sendiri telah menangkap 80 jurnalis selama beberapa bulan terakhir, demikian menurut media Irawaddy. Media dan jurnalis umumnya dituntut dengan Pasal 505(a) hukum pidana yang menyatakan bahwa publikasi informasi yang mengakibatkan ketakutan dan berita bohong bisa berakibat hukuman penjara selama tiga tahun.
Di luar itu, pihak junta juga telah menangkap 3.677 orang yang telah diputus bersalah atau masih dalam tahanan, sebut kelompok advokasi Assistance Association for Political Prisoners (AAPP). Kelompok ini juga mengabarkan bahwa 769 orang tewas oleh tindak represif militer.
Protesters against Myanmar's junta were out on the streets again today in many parts of the country, as they are every day. #WhatsHappeningInMyanmar pic.twitter.com/flvtgiW3KK
— Matthew Tostevin (@TostevinM) May 4, 2021
Namun, meski tindakan militer memberi risiko yang berat bagi masyarakat, warga sipil masih terus berdemonstrasi. Pada Rabu pagi, guru, murid, dan orang tua melakukan demonstrasi dama di kota Mandalay, mendesak aksi boikot terhadap sistem pendidikan yang dikendalikan junta.
Awal pekan ini, lima demonstran tewas dan satu lainnya terluka akibat ledakan di daerah Bago, Myanmar. Media pemerintah mengatakan bahwa kelompok itu berusaha menanam sebuah bom. Seorang politisi dari partai pimpinan Aung San Suu Kyi, Lige Demokrasi Nasional (NLD), ikut tewas dalam insiden tersebut.
Sejumlah ledakan terjadi belakangan ini di kota Yangon dan kota-kota lainnya, beberapa insiden itu tampak mengincar gedung milik pemerintah dan militer.