Jepang Sebentar Lagi Terapkan Sistem Empat Hari Kerja dalam Seminggu

| 23 Jun 2021 13:48
Jepang Sebentar Lagi Terapkan Sistem Empat Hari Kerja dalam Seminggu
Ilustrasi: dua orang karyawan berjalan di salah satu distrik di Jepang. (Foto: Bantersnaps/Unsplash)

ERA.id - Pemerintah Jepang baru saja merilis panduan kebijakan ekonomi tahunan 2021, yang di dalamnya mencakup saran rekomendasi agar perusahaan-perusahaan di Jepang memperbolehkan staf mereka bekerja empat hari sepekan.

Dilansir dari Deutsche-Welle, (23/6/2021), dalam pemaparannya, pemerintah setempat menyebut perusahaan akan terbantu dengan sistem kerja empat hari sepekan. Argumennya, model ini membuat karyawan tak harus mengundurkan diri karena alasan keluarga atau harus merawat kerabat usia tua.

Lebih-lebih, sistem empat hari kerja - yang artinya menambah satu hari libur dari model sekarang, lima hari kerja - bakal mendorong orang untuk membelajakan uangnya, sehingga memutar roda ekonomi.

Di tengah masalah menurunnya tingkat kelahiran di Jepang, sistem empat hari kerja juga bakal memberi masyarakat Jepang - yang dikenal 'gila kerja' - untuk bergaul, menikah, dan membina keluarga.

"Pemerintah sangat berharap perubahan sikap ini mengakar di perusahaan Jepang," sebut Martin Schulz, kepala ekonom kebijakan di Global Market Intelligence Unit milik perusahaan Fujitzu, dikutip dari DW.

DW melaporkan bahwa pemerintahan Jepang telah mencoba sejumlah cara untuk menggugah lambatnya ekonomi nasional, namun kebijakan fiskal dari bank sentral Jepang sudah kehabisan daya.

Reformasi gaya hidup dan irama kerja dari jutaan warga Jepang pun jadi sasaran pendekatan berikutnya, sebut Schulz.

"Selama pandemi, perusahaan telah beralih ke cara kerja baru, dan mereka melihat produktivitas yang meningkat," kata Schulz. "Perusahaan mendukung karyawannya kerja dari rumah atau dari tempat yang jauh, yang ternyata membuat banyak karyawan menjadi lebih produktif."

Kelemahan dari kebijakan sistem empat hari kerja ini juga tak sedikit. Jepang sendiri kini sudah kekurangan karyawan akibat makin sedikitnya warga usia muda. Manajemen perusahaan khawatir perubahan ritme kerja bakal menggoyahkan irama dan etos Jepang yang sudah berjalan selama beberapa generasi, seperti disebut di DW.

Karyawan, di sisi lain, juga khawatir kalau sistem empat hari kerja berakibat pada pengurangan gaji dan stigma bahwa mereka malas bekerja.

Bagi Schulz, kunci dari perubahan yang diharapkan Jepang adalah produktivitas.

"Tahun lalu, karyawan menyadari mereka tak harus berada di kantor selama lima hari sepekan, dan tak perlu sampai larut malam, untuk bisa produktif," kata dia.

"Risiko saat ini adalah perusahaan bakal kembali ke cara lama (setelah pandemi selesai), dan meminta karyawan datang ke kantor sepanjang hari," kata dia. "Perusahaan akan melihat karyawan produktif, jadi keduanya sama-sama senang."

Rekomendasi