Bekicot Halal atau Haram? Simak Penjelasannya di Sini

| 20 Jan 2023 16:04
Bekicot Halal atau Haram? Simak Penjelasannya di Sini
Ilustrasi bekicot. (Foto: Pixabay)

ERA.id - Bekicot adalah salah satu jenis hewan yang umumnya ditemukan pada tempat-tempat yang lembab. Ciri yang paling dikenali dari hewan ini adalah tempurung atau cangkang yang berfungsi sebagai rumah atau tempat untuk perlindungan diri. Seperti halnya kura-kura dan siput, tempurung bekicot ini selalu menyertainya ke mana pun hewan ini pergi. Sedangkan dalam kehidupan masyarakat, daging bekicot pernah ramai dijual. Pada umumnya, daging bekicot dimasak dalam bentuk sate. Lantas, apakah bekicot halal atau haram?

Ilustrasi skincare krim yang terbuat dari lendir bekicot (Freepik/victorykamishnikava)

Dalam merespons hal tersebut, masyarakat menyikapinya secara berbeda-beda. Ada yang tidak peduli dan tetap membeli serta mengonsumsinya, ada yang menghindarinya karena belum memahami hukum yang pasti, serta ada pula yang menganggap jika daging bekicot merupakan sebuah kesempatan emas sebagai objek mata pencaharian.

Bekicot Halal atau Haram?

Dalam bahasa Arab, bekicot disebut dengan istilah “halzun”. Oleh para ulama, bekicot dikategorikan sebagai hewan yang menjijikkan (mustakhbas), sehingga tergolong sebagai hewan yang haram. Hal tersebut diungkapkan dalam kitab Hayat al-Hayawan al-Kubra:

“Halzun membiasakan hidup di dalam tempurung yang keras. Hewan ini dapat ditemukan di pinggir lautan dan di tepi sungai. Hewan ini mengeluarkan sebagian badannya dari dalam tempurung kerangnya, lalu berjalan ke kanan dan kiri untuk mencari benda yang dapat ia makan. Ketika dia merasa berada di tempat yang lembut dan basah, maka ia akan membeberkan diri pada tempat itu. Dan ketika dia merasa berada di tempat kasar dan kering maka dia akan mengurung dan masuk ke dalam tempurung tersebut karena menghindari dari sesuatu yang menyakiti tubuhnya. Ketika dia berjalan, maka rumahnya juga menyertainya.  Hukum mengonsumsi hewan ini adalah haram, karena hewan ini dianggap hewan yang menjijikkan (menurut orang Arab).” (Syekh Kamaluddin ad-Damiri, Hayat al-Hayawan al-Kubra, juz 1, hal. 234)

Jika berlandaskan referensi tersebut, maka mengonsumsi hewan bekicot ditetapkan sebagai hal yang diharamkan, karena menurut pandangan orang Arab bekicot termasuk hewan yang menjijikkan. Sehingga walaupun sebagian orang ada yang menganggap bekicot sebagai hewan yang normal dan bisa saja untuk dikonsumsi dan dianggap tidak menjijikkan, maka penilaiannya sama sekali tidak berpengaruh terhadap haram atau tidaknya mengonsumsi hewan bekicot secara umum.

Ketika hukum atas hewan tersebut menjadi haram, maka hukum menjual sate bekicot, seperti halnya yang biasa terjadi di masyarakat juga menjadi hal yang diharamkan, sebab akan menjadikan orang lain untuk melakukan keharaman (i’anah alal maksiat), dalam hal ini mengonsumsi hewan yang haram atau tidak boleh dimakan.

Hukum Bekicot Menurut Mazhab Maliki

Pendapat di atas adalah pandangan dalam mazhab Syafi’i, seperti halnya yang digunakan oleh mayoritas Muslim di Indonesia. Adapun ketika melihat status daging bekicot dengan berdasarkan pada mazhab lain, ternyata masih ada ulama yang berpandangan bahwa bekicot tidaklah menjadi hal yang diharamkan, contohnya seperti yang dituliskan Imam Malik seperti yang dikutip dalam kitab al-Mudawwanah al-Kubra:

“Imam Malik pernah ditanya tentang hewan yang ditemukan di tanah Maghrib (Maroko) biasa disebut dengan halzun. Hewan ini umumnya berada di hutan belantara dan bergantungan pada pepohonan. Apakah hewan ini dapat dimakan? Beliau menjawab, ‘Aku berpandangan hewan tersebut seperti jarad (belalang) jika diambil dalam keadaan hidup lalu diseduh atau dimasak, sehingga menurutku mengonsumsi hewan tersebut tidak masalah. Sedangkan ketika ditemukan dalam keadaan mati, maka tidak boleh di makan’.” (Imam Sahnun bin Said at-Tanukhi, al-Mudawwanah al-Kubra, juz 3, hal. 111)

Namun, walaupun demikian, akan lebih baik bagi kita agar tetap memegang pendapat mazhab Syafi’i seperti yang diyakini oleh mayoritas Muslim di Indonesia. Sebab, dengan tidak mengonsumsi bekicot, berarti seseorang tersebut sudah konsisten dalam menjalankan ajaran mazhabnya (mazhab Syafi’i) sekaligus sudah menerapkan husnul khuluq, yaitu adaptif terhadap masyarakat sekitar yang juga memiliki pandangan bahwa bekicot itu haram—sehingga masyarakat tidak memiliki penilaian buruk atas dirinya.

Pendapat ulama yang memperbolehkan mengonsumsi bekicot sebaiknya ditempatkan dalam tataran yang sesuai, contohnya ketika dalam keadaan terpaksa dan tidak ada makanan lain selain hewan bekicot. Dalam keadaan mendesak tersebut seseorang boleh berpijak pada pendapat dalam mazhab Maliki seperti yang disebutkan di atas.

Demikianlah penjelasan tentang hukum apakah bekicot halal atau haram. Pada akhirnya, pilihan dari hukum ini kembali pada diri Anda sendiri.

Ikuti artikel-artikel menarik lainnya juga ya. Kalo kamu mau tahu informasi menarik lainnya, jangan ketinggalan pantau terus kabar terupdate dari ERA dan follow semua akun sosial medianya! Bikin Paham, Bikin Nyaman…

Rekomendasi